Setahun belakangan, pandemi melanda Indonesia dan membuat banyak sekali sektor bisnis ambruk berbarengan. Salah satu yang terdampak paling berat adalah sektor pariwisata. Padahal, selama ini banyak sekali masyarakat Indonesia, terutama di luar Jawa, yang menggantungkan hidupnya dari sektor pariwisata. Mulai dari mengelola hotel, penginapan, restoran, hingga penampil atraksi, musik, dan tarian tradisional.

Baca Juga : Potensi Ekspor Pariwisata

Sangat disayangkan apabila budaya dan kuliner Indonesia tenggelam karena bisa menjadi daya tarik pariwisata jika potensinya dikembangkan. Bagaimana dari segi pariwisata kita bisa menyesuaikan diri secara cepat dengan pandemi? Bagaimana dengan keadaan sekarang, kita bisa naik lagi?


Kesempatan yang ada untuk UMKM di Dunia Pariwisata dan Budaya

Siapa saja bisa masuk ke dunia pariwisata dan budaya, serta berbisnis di dalamnya. Hanya saja, di masa pandemi seperti sekarang, banyak yang harus kita ubah karena cara orang-orang berinteraksi dan berwisata pun sudah berubah. Menurut Alexander Nayoan, Ketua PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Learning Center, yang sudah berkecimpung lebih dari 20 tahun di dunia hospitality, penting bagi kita untuk berpikir secara nasional. Sebab sementara ini, di dunia pariwisata (hotel, restoran, penginapan), akan jauh lebih banyak turis lokal yang datang dibandingkan turis mancanegara. Jadi, saran Alexander, perbanyaklah bahan-bahan barang yang memenuhi hasrat atau keinginan sesama orang Indonesia. Harus banyak melakukan riset konsumen dan perilaku pelanggan (customer behaviour).

Jika dulu di Bali saat teman-teman membuka restoran, harus ada menu American Breakfast, karena memang kebanyakan turis berasal dari luar negeri. Namun sekarang, mungkin menu nasi kucing atau nasi padang justru lebih disukai. Jika dulu oleh-olehnya yang memberi kenangan pada orang asing. Jika sekarang, pola berpikirnya adalah mengikuti keinginan orang Indonesia. “Tidak perlu menawarkan harga-harga y terlalu mahal, tawarkanlah barang-barang yang affordable tapi memiliki kesan dan memenuhi ekspektasi turis lokal,” tutur Alexander.

Baca Juga: Dagadu, Ikon Silang Budaya dan Pariwisata Jogja

Sekarang ini banyak pula restoran yang akhirnya tutup, entah bangkrut atau tutup sementara karena tidak menghasilkan profit, atau sesekali buka, atau hanya melayani takeaway dan online delivery order, namun tidak melayani tamu. Praktik takeaway dan online delivery order, menggunakan aplikasi seperti GoFood dan GrabFood sebagai kurirnya, adalah cara belanja paling populer saat ini. Jika teman-teman belum memiliki lapak online di kedua platform tersebut, ada baiknya untuk segera dibuat. “Jika kita tidak masuk ke dunia digital, klien yang didominasi oleh anak-anak muda dan milenial, mungkin tidak akan tertarik dengan usaha kita. Belum lagi, restoran dan tempat makan lain di sekitar kita mungkin sudah lebih dulu melakukannya, sehingga besar kemungkinan bisa ketinggalan,” jelas Alexander. Pendapatnya tidak salah, sekarang ini, banyak pelaku kuliner lebih banyak bersaing secara digital. Contohnya saja, restoran-restoran terkenal di Jakarta yang menjual fastfood. Selain memiliki website dan sosial media khusus, mereka juga memiliki sistem distribusi online sendiri. Mereka juga tidak ragu untuk bermitra perusahaan lain dengan pelayanan yang sama. Bahkan, dalam sistem pelayanan, mereka menyediakan antrian khusus untuk pesanan dari aplikasi online seperti Grab dan Gojek. Mereka menyebar dan ada di mana-mana di saat yang sama.

Baca Juga : Tren-tren dalam GoFood/GrabFood yang Penting Bagi Digital Marketing


Bekerjasama Dengan UMKM Untuk Bangkit Dari Pandemi

Tidak hanya kuliner, efek pandemi juga berdampak pada segi pariwisata, terutama di bidang pertunjukkan budaya. Pasalnya, saat pandemi, hotel-hotel harus lebih menghemat budget. Hotel-hotel bintang 4 dan 5 yang umumnya memiliki program pertunjukkan budaya, seperti tari, teater, atau musik, kini terpaksa menutup itu semua. Padahal, turis-turis yang datang tetap ingin menyaksikan itu semua. Dalam hal ini, teman-teman bisa mengadakan kolaborasi atau kerjasama. Salah satu caranya bisa dengan membuat video budaya, lalu mengirimnya ke pihak hotel, mungkin mau beli. Dengan cara ini, setidaknya hotel tetap menunjukkan unsur budaya.

“Atau teman-teman cari perusahaan yang bisa mensponsori teman-teman untuk tetap berkarya di bidang budaya, karena tetap banyak perusahaan-perusahaan yang mengalokasikan dana CSR untuk pengembangan UMKM. Salah satunya di bidang budaya,” tutur Alexander. Dana CSR bisa mendanai tarian-tarian dan pertunjukkan musik, agar para pelaku seni agar mereka tetap punya dana untuk tampil tanpa harus memberatkan pihak hotel.

Baca Juga : Corporate Social Responsibility (CSR)

Misalkan untuk proyek jamu, kita buat proposal meminta dana CSR ke perusahaan obat, lalu produk kita masukkan secara gratis ke hotel-hotel dan restoran di daerah wisata, tentu mereka mau. “Sekarang hotel-hotel, kalo disuruh beli bayar mereka mikir-mikir, tapi kalo ditawarin kerjasama dan dapat gratis, kenapa tidak?”

Selain itu, standar CSHE (Clean, Safety, Health, and Environment) itu sekarang jadi penting sekali. Sedangkan karyawan dan tenaga kebersihan di hotel dan restoran sudah banyak berkurang. Di sini, teman-teman UKM yang berbisnis dengan jasa bersih-bersih bisa masuk. Hotel dan restoran berusaha keras untuk mempertahankan kesan dan nyaman yang mereka tawarkan.

Kesempatannya sangat besar, tinggal kreatifitas dari pemilik tempat atau hotel tersebut, bisa masuk atau tidak konsepnya. Harus memberanikan diri menjual produk teman-teman UKM. Untuk itu, teman-teman harus mengurus perizinan BPOM terlebih dulu. Pasalnya, hotel-hotel bintang 3 ke atas memang sudah menerapkan standar CSHE dalam pengoperasian mereka. Kadang, produknya memang bagus namun sayangnya terkendala di masalah izin. Contohnya, banyak sekali hotel yang tadinya punya restoran, tapi tutup. Mereka mau buka tapi tidak ada dana untuk bayar chef. Mereka jual kamar dengan fasilitas breakfast, tapi tidak bisa lagi membuat breakfast. Jadi, mereka akhirnya pesan dari katering-katering yang dikelola UMKM. Sebenarnya, bisa juga mereka tetap menyediakan lunch dan dinner, tapi dengan memesan dari tempat katering. Di sinilah kesempatan bisnisnya di bidang makanan selama pandemi.

Baca Juga : Peluang Pasar Katering


Mengembalikan Kepercayaan Pengunjung Hotel Selama Pandemi

Menurut Alexander, minat dan kepercayaan pengunjung bisa dikembalikan dengan menambahkan fitur-fitur pengalaman khusus di hotel. Apalagi, saat ini harga hotel benar-benar bersaing ketat. “Anak-anak jaman sekarang memang mencari yang murah, tapi sekarang semua harga hotel murah. Bintang 5 bisa saja pasang harga bintang 3, sementara bintang 4 bisa pasang harga bintang 2,” papar Alexander.

Jika bersaing di harga dirasa terlalu berat, tentu kita harus mencari celah di hal lainnya. Salah satu caranya adalah menyediakan paket wisata atau suasana hotel yang menjanjikan pengalaman tertentu. Misalnya saja, hotel kita punya nilai lebih karena ada taman kelinci outdoor di mana anak-anak kecil bisa bermain. Atau, menampilkan workshop kerajinan khas daerah tertentu, yang bisa di-booking agar lebih privat. Bisa juga dengan menyediakan kuliner lokal, yang meskipun tergolong murah, namun rasanya enak dan tidak ada di tempat lain.

Baca Juga : Peluang Pasar Penginapan dan Hotel

Zaman sekarang, pelanggan bisa datang karena makanannya viral, atau kamarnya viral, atau tempatnya viral. Semuanya tergantung bagaimana kita bisa memanipulasi database dan sosial media serta website tanpa mengurangi kejujuran dan kebenarannya. Sekali saja apa yang kita viralkan tidak jujur, dan ketahuan, sudah bisa dipastikan tamat riwayat kita. Tinggal didetailkan apa yang mau diviralkan, bisa saja barang mahal yang lokal, atau justru barang-barang yang murah tp kental unsur budayanya.

Alexander bercerita, di restorannya ia pernah membuat menu hamburger, yang harganya seporsi mencapai 1 juta. “Itu belum termasuk pajak dan service fee,” ujarnya. Hasilnya? Hamburger tersebut tidak laku sama sekali. Tapi, hamburger lainnya, yang harga beberapa ratus ribu hingga setengah juta, jadi laku. Inilah yang dinamakan pancingan, untuk membuat orang penasaran. Melalui contoh ini, kita jadi tahu bahwa promosi dan memviralkan sesuatu pun tidak harus dengan cara mahal, menghadirkan barang-barang luar negeri. Semua ini, menurut Aleks, adalah tergantung kreatifitas kita sendiri sebagai pengusaha.

Nah, teman-teman UKM jika melakukan sesuatu, lakukanlah dengan sebaik-baiknya di level kita. Untuk bertahan, kita harus berpikir dengan cara pelanggan kita berpikir, bukan dengan ego atau pendapat masing-masing. Ini gampang-gampang susah. Sebab, apa yang menurut kita bagus belum tentu bagus menurut konsumen. Dari sini, teman-teman UKM juga harus lebih rajin membaca database, memperhatikan tren, serta kebiasaan pelanggan. Bahkan, ada kalanya kita harus mencoba sesuatu yang belum pernah kita lakukan sebelumnya.

Baca Juga : Tren dalam Instagram yang Penting Bagi Digital Marketing

Jika berani dan dapat melewati ini, tentu teman-teman UKM bisa menjadi selangkah lebih maju. Pelihara dan kembangkanlah jaringan dan gunakan alat komunikasi yang kita miliki secara berkesinambungan. Sudah saatnya UKM Naik Kelas!

Mau pelajari selengkapnya? Tonton yuk Video webinar “Mengembangkan Bisnis Budaya dan Pariwisata Untuk Kebanggan Bangsa”, yang dapat diakses melalui link berikut.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.

Baca Juga : Strategi Komunikasi Efektif Menjangkau Peluang Pasar Global

***