Sahabat Wirausaha, pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak tahun 2020 memang tak dipungkiri membuat perekonomian banyak negara jadi limbung. Terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia yang sampai tergelincir ke jurang resesi. Resesi ini sendiri terjadi ketika pertumbuhan ekonomi mencatat angka negatif dalam dua periode waktu yang berurutan.

Namun ketika wabah corona berangsur-angsur teratasi dan di beberapa wilayah sudah tidak terjadi lonjakan kasus, pemerintah tampaknya mulai menggenjot perekonomian. Terbukti jika akhirnya Indonesia berhasil lepas dari resesi yang terjadi saat pandemi. Peningkatan kinerja perekonomian nasional tampaknya memang mulai dimaksimalkan sejak kuartal terakhir tahun 2021.

Di mana pada masa itu, Indonesia memetakan kembali pasar ekspor mereka, seperti salah satunya wilayah Eropa Timur. Bakal seperti apa potensi ekspor Indonesia di kawasan Eropa Timur? Simak terus ulasannya dalam artikel berikut ini.

Baca Juga: Apa itu Kegiatan Ekspor?


Wilayah Eropa Timur, Negara Non Tradisional Berpotensi

Sebagai negara yang penyumbang terbesar devisa nya di sektor perdagangan dalam hal ini ekspor, tak bisa dipungkiri kalau pandemi Covid-19 yang membuat adanya pembatasan sosial dalam skala global, begitu memukul pelaku ekspor Tanah Air. Namun seperti yang sudah disinggung sebelumnya, semakin terkendalinya wabah corona saat ini membuat sektor ekspor nasional mulai bangkit dan bergeliat dengan melihat negara-negara baru yang jadi tujuan ekspor.

Bahkan pada awal Oktober 2021 lalu, Kemendag seperti dilansir Investor, menyebutkan jika angka penetrasi ekspor ke negara-negara non tradisional semakin meningkat. Negara-negara non tradisional itu berada di kawasan Eropa Tengah dan Eropa Timur.

Sumber: Sebastian Huber/UNSPLASH

Hal ini dipertegas oleh Mendag kala itu, Muhammad Lutfi, mengenai adanya sejumlah negara di Eropa Timur yang akan jadi tujuan ekspor utama Indonesia. Bahkan ternyata beberapa di antaranya sudah masuk dalam 30 besar negara tujuan ekspor utama, membuktikan kalau potensi ekspor ke Eropa Timur memang akan semakin menjanjikan.

Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Kopi

Sekadar informasi, pada periode Januari – Agustus 2021, nilai ekspor Indonesia ke Eropa Timur melambung drastis hingga 58,07% secara year-on-year (YoY). Di mana jika sebelumnya nilai ekspor Indonesia menyentuh US$910 juta pada tahun 2020, menjadi US$1,44 miliar di tahun 2021. Sementara di wilayah Eropa Tengah, peningkatan nilai ekspor Indonesia menembus 23,6% (YoY).

Hari Widodo selaku Direktur Pengembangan Pasar dan Informasi Ekspor Kemendag kepada Katadata pun menjelaskan lebih lanjut soal potensi ekspor wilayah Eropa Timur bagi Indonesia. Di mana menurut Hari, lima negara yang mencatat pertumbuhan nilai ekspor positif pada Juli 2021 itu seluruhnya berasal dari kawasan Eropa Timur.

Kelima negara itu adalah Ukraina (71,88%), Rusia (66,73%), Polandia (56,64%) serta dua lainnya di posisi puncak adalah Georgia (369,02%) dan Armenia (139,9%). Yang menarik, Georgia dan Armenia ini meskipun berada di wilayah geografis Asia Barat, tetap masuk benua Eropa karena memang merupakan negara-negara pecahan Uni Soviet.

Namun pada tahun 2022 ini, terjadi konflik geopolitik yang meletus di kawasan Eropa Timur tepatnya antara Rusia dan Ukraina. Di mana pada 24 Februari 2022, Rusia melakukan invasi militer ke Ukraina setelah mereka mengakui Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk. Lantas, apakah hal ini memberikan pengaruh yang cukup besar pada nilai ekspor Indonesia di Eropa Timur? Terus ikuti artikelnya hingga usai.

Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Teh


Naik Turun Ekspor Indonesia ke Eropa Timur Pasca Krisis Rusia-Ukraina

Sumber: Cody West/UNSPLASH

Bicara soal hubungan Rusia dan Ukraina memang tak bisa lepas dari Uni Soviet. Di mana setelah Uni Soviet bubar di tahun 1991 silam, kedua negara merdeka ini terus mempertahankan hubungan baik mereka. Tiga tahun berselang, Ukraina bahkan sepakat untuk meninggalkan persenjataan nuklir serta menandatangani Memorandum Budapest.

Hanya saja konflik mulai muncul bertahun-tahun kemudian terutama pasca Ukraina menjadi anggota NATO. Hal inilah yang akhirnya memicu kegeraman Rusia karena aksesi Ukraina ke NATO dan perluasan NATO secara umum dipandang bakal mengancam keamanan nasional Rusia, seperti dilansir Wikipedia. Di mana puncaknya Rusia melakukan invasi militer besar-besaran pada Februari 2022 silam.

Tidak butuh waktu lama pasca pecahnya konflik geopolitik Eropa Timur itu, nilai ekspor Indonesia pun langsung anjlok. Kepala BPS (Badan Pusat Statistik) Margo Yuwono kepada Tempo memaparkan, adanya penurunan ekspor ke Rusia hingga senilai US$88,1 juta dan US$23,3 juta ke Ukraina per April 2022. Beberapa komoditas yang melaporkan mengalami penurunan kala itu adalah minyak nabati, peralatan elektrik, kertas karton dan komoditas lemak.

Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Seafood

Tentu laporan ini tak bisa diremehkan mengingat baik Rusia dan Ukraina memiliki posisi yang sangat strategis dalam perdagangan global. Di mana Rusia adalah negara eksportir kedua terbesar untuk minyak mentah, ketiga terbesar untuk batubara, pertama terbesar untuk gandum dan ketujuh terbesar untuk LNG. Sedangkan Ukraina, merupakan eksportir seed oil dan jagung terbesar di Bumi yang akhirnya jika disimpulkan, konflik kedua negara ini langsung mempengaruhi rantai pasok global.

Namun meskipun demikian, pendapat berbeda diungkapkan oleh Enggar Furi Herdianto, S.I.P., M.A selaku dosen prodi HI di UII. Dilansir dari website resmi mereka, Enggar menyebutkan kalau invasi Rusia ke Ukraina itu tak akan memberi dampak yang cukup signifikan pada perekonomian Indonesia. Kecuali mungkin pada komoditas-komoditas impor seperti gandum dari Ukraina.

Di tengah kekhawatiran itu, kabar gembira justru datang dari PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS). Seperti dilansir Bisnis, KRAS melaporkan adanya peningkatan permintaan baja yang signifikan dari negara-negara Uni Eropa setelah diterapkannya pembatasan impor sejumlah produk Rusia sejak awal tahun 2022. Kondisi ini menurut Melati Sarnita selaku Direktur Komersial KRAS, menjadi peluang yang menjanjikan bagi produsen baja lokal untuk melakukan penetrasi ke sejumlah negara Eropa, yang selama ini bergantung pada komoditas besi dan baja dari Rusia maupun Ukraina.

Baca Juga: Peluang Pasar Produk Mainan Anak

Tak heran kalau akhirnya hal ini membuat Kemendag tetap optimis atas kinerja neraca perdagangan yang bakal terus menguat, di tengah sentimen geopolitik global terhadap krisis Eropa Timur. Kini Indonesia memang semakin menjajaki peluang perluasan ekspor ke Uni Eropa. Kepala BP3 Kemendag Kasan, menegaskan kalau upaya ini dilakukan agar neraca perdagangan nasional tetap surplus di tengah beban inflasi sekaligus ongkos perdagangan global yang cukup tinggi.

Terbukti pada Mei 2022, Mendag Zulkifli Hasan mengungkapkan kalau ekspor Indonesia pasca serangan militer Rusia ke Ukraina meningkat 27% secara YoY yakni senilai US$25,51 miliar. Dalam keterangan resminya, politisi PAN yang mulai menjabat sejak Juni 2022 tak menampik kalau peningkatan ekspor ini terjadi karena adanya kekhawatiran atas pasokan dunia usai konflik geopolitik di Eropa Timur.

Seperti dilansir Tempo, pertumbuhan itu terjadi baik pada sektor migas maupun nonmigas yakni tercatat masing-masing 54.49% dan 25,34% secara YoY. Dari berbagai sektor itu, komoditas tambang masihlah jadi primadona karena mengalami tingkat pertumbuhan terbesar yakni menyentuh 114,2% (YoY), barulah kemudian disusul dengan migas (54,5%) dan pertanian (20,32%).

Baca Juga: Peluang Pasar Produk Frozen Food

Berdasarkan informasi itu, terungkap pula kalau adanya produk-produk bernilai tambah tinggi yang memberi pengaruh besar pada perbaikan nilai ekspor. Beberapa di antaranya seperti kapal, perahu, struktur terapung (HS 89), nikel dan produknya (HS 75) dan bahan kimia anorganik (HS 28).

Demi menyokong komoditas ekspor bernilai tambah tinggi ini, Kemendag akan melakukan percepatan program transformasi perdagangan yang fokus pada ekspor non-komoditas dan digitalisasi perdagangan.

Kini dengan krisis Rusia-Ukraina yang sudah mencapai babak baru, diperkuat dengan klaim Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa pihaknya tidak lagi melakukan serangan militer, bakal seperti apakah potensi ekspor Indonesia ke daerah Eropa Timur sana? Komoditas seperti apa saja yang bakal menjadi unggulan? Terus ikuti penjelasannya dalam artikel ini sampai usai.


Komoditas Unggulan Ekspor Indonesia ke Eropa Timur

Sumber: Michael/UNSPLASH

Sahabat Wirausaha, bicara soal peluang ekspor Indonesia ke Eropa Timur sebetulnya bukanlah jadi fokus para pelaku ekonomi nasional dalam satu atau dua tahun saja. Setidaknya sudah sejak bertahun-tahun lalu, pasar Eropa Timur memang dibidik lantaran punya peluang yang menjanjikan. Dalam berita yang dilansir CNN Indonesia pada tahun 2015 lalu, setidaknya ada 22 negara di kawasan Eropa Timur dan Eropa Tengah yang merupakan untapped market dengan peluang pasar terbuka lebar.

Baca Juga: Peluang Pasar Apparel

Hal ini diungkapkan Robertur Irawan selaku Acting Kasubdit Ekubang II Dit ETT Kemlu kala itu, apalagi krisis yang dialami Ukraina sudah terjadi dalam waktu lama. Dalam laporan Kemendag pada tahun 2014 saja, setidaknya nilai ekspor Indonesia dengan Eropa Timur sudah mencapai US$5,17 miliar.

Lantas dengan tahun yang semakin berlalu, pandemi Covid-19 sempat melanda hingga ancaman resesi global di tahun 2023 nanti, apa saja komoditas ekspor Indonesia yang menjanjikan untuk Eropa Timur? Berikut beberapa di antaranya:

1. CPO

Sumber: Attila Janosi/UNSPLASH

Sahabat Wirausaha tentu tahu bahwa kelapa sawit adalah komoditas utama penyumbang terbesar devisa Indonesia. Bahkan di sepanjang tahun 2020 seperti dilansir Suara, kelapa sawit sudah membukukan US$25,60 miliar (sekitar Rp358 triliun). Laporan ini membuat neraca perdagangan Indonesia surplus US$21,7 miliar di tahun yang sama, sekaligus memperkokoh posisi kelapa sawit sebagai komoditas penyumbang devisa negara terbesar selama 20 tahun terakhir.

Baca Juga: Bea Masuk

Olahan kelapa sawit yang jadi komoditas ekspor menjanjikan ke Eropa Timur adalah CPO (Crude Palm Oil). Bahkan sejak tahun 2011, CPO memang telah mulai diarahkan ke Eropa Timur mengingat sulitnya menembus kawasan Eropa Barat yang memiliki aturan batasan tarif dan persyaratan, sehingga membebani eksportir Indonesia, seperti dilansir website resmi Disbun Kaltim. Kala itu Bayu Krisnamurthi selaku Wamentan menyebut negara Serbia-Montenegro serius berminat pada CPO Indonesia.

2. Karet Alam

Sebagai tanaman yang bisa berproduksi sepanjang tahun, karet memang tak dipungkiri menjadi komoditas ekspor unggulan tak terkecuali ke Eropa Timur. Hampir di seluruh daerah Tanah Air, ternyata mampu menghasilkan karet yang membuat pemerintah serius menggenjotnya. Bersama Thailand dan Malaysia, Indonesia adalah penghasil karet alam terbesar di dunia seperti dilansir jurnal ilmiah IPB yang ditulis Vagha Julivanto.

Setidaknya pada tahun 2007 silam, Indonesia mampu menghasilkan 2,55 juta ton karet alam. Hanya saja hingga saat ini, tidak stabilnya harga karet alam dan produktivitas yang bisa dibilang cukup rendah sekaligus diperburuk anjloknya harga minyak mentah dunia, ekspor karet alam ke Eropa Timur masih cukup rentan. Namun tidak menutupi kemungkinan jika memang sangat berpotensi.

Baca Juga: Bea Keluar

3. Rempah-Rempah

Sumber: Julia Topp/UNSPLASH

Sahabat Wirausaha tentu tahu bagaimana Indonesia menjadi jajahan banyak bangsa di masa lalu lantaran tingginya potensi rempah-rempah di Tanah Air. Fakta ini ternyata tidak berubah berabad-abad lamanya, sehingga membuat rempah tetap jadi komoditas ekspor unggulan termasuk ke Eropa Timur. Untuk pasar Eropa secara keseluruhan, Indonesia ada di posisi kelima sebagai eksportir per tahun 2019 dengan nilai EUR 100 juta (sekitar Rp1,7 triliun).

Kendati begitu, nilai ekspor Indonesia ini masih kalah dengan India dan Vietnam. Dari banyaknya negara tujuan ekspor rempah di Eropa, Eropa Timur diwakili oleh Polandia. Setidaknya ada tiga rempah unggulan yang ditawarkan Indonesia yakni jahe, lada dan temulawak.

4. Kopi

Masih dari sektor perkebunan seperti kelapa sawit, karet dan rempah-rempah, kopi juga masuk sebagai komoditas ekspor unggulan ke Eropa Timur. Bahkan sejak tahun 2012, permintaan akan green coffee Indonesia terus melambung. Secara global sepanjang Januari-Mei 2022, ekspor kopi Indonesia memang meningkat 37% dengan nilai menyentuh US$394 juta. Tak heran kalau PTPN IX melaporkan produksi kopi hingga pertengahan 2022 mencapai 490 ton kopi kering.

Baca Juga: Potensi Ekspor Biji-bijian

Hal ini akhirnya menempatkan Indonesia di posisi ke-13 dunia, sebagai negara eksportir kopi global. Kendati begitu Wamendag Jerry Sambuaga tak menampik kalau ekspor kopi ke Eropa Timur masihlah memiliki kendala. Dilansir Bisnis, Jerry menyebutkan kalau kendala itu justru berkaitan dengan sejumlah standarisasi praktik, persyaratan teknis hingga spesifikasi produk yang memang diutamakan dalam setiap perdagangan global.

5. Baja

Komoditas terakhir yang sangat diminati pasar Eropa Timur untuk saat ini adalah baja. Cukup mencatat imbas positif berkat konflik geopolitik Rusia dan Ukraina, baja bersama besi bahkan ada di posisi ketiga sebagai produk ekspor unggulan di tahun 2021 lalu. Setidaknya di waktu itu seperti dilansir Tempo, Kemendag melaporkan nilai ekspornya secara global mencapai US$21,4 miliar (meningkat 90,2% YoY).

Sedangkan pada periode Januari - Mei 2022, nilai ekspor besi baja Indonesia menyentuh US$12,3 miliar di seluruh dunia (meningkat 80,2% YoY). Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Kemendag pun melaporkan adanya tren positif pertumbuhan ekspor besi dan baja.Sebuah fakta yang cukup menggembirakan dalam memperluas peta pasar ekspor Indonesia di Eropa Timur dan juga seluruh dunia.

Baca Juga: Mempersiapkan Kemasan (Packaging) untuk Memenuhi Standar Ekspor


Upaya Pemerintah Memaksimalkan Ekspor Eropa Timur

Sumber: Bakhrom Tursunov/UNSPLASH

Sahabat Wirausaha, tentu kita sepakat bahwa melalui ulasan di atas, pasar ekspor Indonesia di Eropa Timur masihlah sangat terbuka lebar dan luar biasa menjanjikan. Hanya saja potensi yang besar itu tidaklah luput dengan berbagai hambatan. Hambatan yang paling besar tentu adalah skala produksi dan kualitas produk. Di mana kendati tidak seketat wilayah Eropa Barat, pasar Eropa Timur juga menuntut komoditas ekspor berkualitas tinggi dari Indonesia.

Untuk meningkatkan kualitas produk ekspor ini, tentu dibutuhkan profesionalisme, standarisasi hingga peningkatan SDM (Sumber Daya Manusia) mulai dari pemerintah hingga masyarakat pengelola perkebunan maupun pertambangan itu sendiri. Salah satu upaya yang dilakukan Kemendag untuk menggenjot kualitas komoditas ekspor Nusantara adalah melakukan berbagai forum bisnis dengan mitra dagang berpotensi dari Eropa Timur.

Atas hal itu, Hari Widodo pun tidak menampik kalau peluang Indonesia masihlah terbuka lebar apalagi populasi penduduk di wilayah Eropa Timur sangatlah besar. Di mana untuk populasinya, sebanyak 177 juta jiwa masyarakat Eropa Timur berada di kawasan PDB sebesar US$4,08 triliun dan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 3,85%. Menurut Hari, nilai potensi ekspor Indonesia ke Eropa Timur mencapai US$7,2 miliar tapi sayangnya baru terealisasi sebesar US$3,1 miliar.

Baca Juga: Potensi Ekspor Minyak Atsiri Indonesia

Selain penerapan standar produksi yang masih jadi PR besar bagi pelaku ekspor di Tanah Air, pasar Eropa Timur juga masih dihantui sistem perdagangan tertutup dengan tarif cukup tinggi. Belum lagi proses distribusi produk yang masih dilakukan pihak tertentu berkuasa, menjadi hambatan lain atas strategi pasar ekspor Eropa Timur. Namun tetap, jika Sahabat Wirausaha tertarik menggeluti bisnis ekspor ke Eropa Timur selalu semangat dan terus berbenah.

Jika Sahabat Wirausaha merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman lainnya. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini.