Two business partners handshaking

Sumber: Freepik

Dalam kerja sama syariah, kita kerap mendengar akad mudharabah untuk kerja sama. Beberapa dari kita mungkin masih belum familiar dengan akad mudharabah, apa itu akad mudharabah? akad ini bisa dilaksanakan untuk kondisi muamalah seperti apa saja ya?

Akad mudharabah adalah akad kerja sama suatu usaha antara pemilik modal (malik/shahib al-mal) yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola (‘amil/mudharib) dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai nisbah yang disepakati dalam akad. Nisbah bagi hasil adalah nisbah atau perbandingan yang dinyatakan dengan angka seperti persentase untuk membagi hasil usaha. Dalam pengertian singkatnya akad mudharabah yaitu suatu akad kerja sama dimana tidak ada modal dari pengelola, karena modal uang 100% berasal dari pemilik modal (shahibul maal).

Baca Juga: Modal UKM Berbasis Musyarakah: Ringan dan Menguntungkan

Secara sederhana, pengertian mudharabah adalah kerjasama usaha antara dua pihak dengan ketentuan bagi hasil atas keuntungan usaha dan bagi rugi jika ada kerugian usaha. Skema mudharabah merupakan pengganti akad pinjaman pada produk lembaga keuangan syariah. Contoh mudharabah dalam kehidupan sehari-hari adalah pola kerja sama usaha menggunakan sistem bagi hasil secara syariah.

Lalu seperti apa mekanisme kerja sama yang berlangsung antara pengelola dengan pemilik modal? Pada akad mudharabah, terjadi pemisahan tugas dan tanggung jawab. Yaitu, satu pihak bertanggung jawab menjalankan usaha agar mampu meraih keuntungan (mudharib). Kemudian satu pihak lagi bertugas menyediakan keseluruhan modal untuk menjalankan usaha (shahibul maal).

Baca Juga: Cerita Dibalik Perjalanan Bisnis Aisyah Cake and Cookies


Bentuk mudharabah

Mudharabah boleh dilakukan dalam bentuk-bentuk berikut:

  1. Mudharabah-muqayyadah: adalah akad mudharabah yang dibatasi jenis usaha, jangka waktu (waktu), dan/atau tempat usaha.
  2. Mudharabah-muthlaqah: adalah akad mudharabah yang tidak dibatasi jenis usaha, jangka waktu (waktu), dan/atau tempat usaha.
  3. Mudharabah-tsuna’iyyah: adalah akad mudharabah yang dilakukan secara langsung antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (‘amil/mudharib).
  4. Mudharabah-musytarakah: adalah akad mudharabah yang pengelolanya (‘amil/mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerja sama usaha.

Baca Juga: Peluang Pasar Apparel


Ketentuan ucapan/lafal (shighat)

  1. Akad mudharabah harus dinyatakan secara tegas, jelas, mudah dipahami dan dimengerti serta diterima para pihak
  2. Akad mudharabah boleh dilakukan secara lisan, tertulis, isyarat, dan perbuatan/tindakan, serta dapat dilakukan secara elektronik sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
  3. Pengelola (‘amil/mudharib) dalam akad mudharabah tsuna’iyyah tidak boleh melakukan mudharabah ulang (mudharib yudharib) kecuali mendapatkan izin dari pemilik modal (shahibul maal)
  4. Pengelola (‘amil/mudharib) wajib memiliki keahlian/keterampilan melakukan usaha dalam rangka mendapatkan keuntungan

Baca Juga: Mengenal Perbedaan Pemilik dan Pengelola Perusahaan

Lalu usaha seperti apa yang dapat melaksanakan kerja sama melalui akad mudharabah?

Berdasarkan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI tentang akad mudharabah, kegiatan usaha yang yang dapat melaksanakan kerja sama mudharabah adalah sebagai berikut:

  1. Usaha yang dilakukan pengelola (‘amil/mudharib) harus usaha yang halal dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku
  2. Pengelola (‘amil/mudharib) dalam melakukan usaha mudharabah harus atas nama entitas mudharabah, tidak boleh atas nama dirinya sendiri
  3. Biaya-biaya yang timbul karena kegiatan usaha atas nama entitas mudharabah, boleh dibebankan ke dalam entitas mudharabah
  4. Pengelola (‘amil/mudharib) tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan, atau menghadiahkan modal usaha (ra’s al-mal) dan keuntungan kepada pihak lain, kecuali atas dasar izin dari pemilik modal (shahibul maal)
  5. Pengelola (‘amil/mudharib) tidak boleh melakukan perbuatan yang termasuk melakukan suatu perbuatna yang seharusnya tidak dilalakukan (at-ta’addi), tidak melakukan perbuatan yang seharusnya dilakukan (at-taqshir), dan/atau menyalahi isi dan/atau substansi atau syarat-syarat yang disepakati dalam akad (mukhalafat asy-syuruth)

Baca Juga: Langkah Mengajukan Sertifikasi Halal

Contoh mudharabah antar dua pihak saja yaitu shahibul maal yang bermitra dengan mudharib untuk usaha percetakan selama 9 bulan. Shahibul Maal memberikan uang untuk modal usaha sebesar Rp. 20 juta. Kedua belah pihak sepakat dengan nisbah bagi hasil 40:70 (40% keuntungan untuk shahibul maal).

Setelah mudharib menjalankan usaha selama 9 bulan, modal usaha telah berkembang menjadi Rp. 35 juta, sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp. 15 Juta (Rp. 35 juta – Rp. 20 Juta). Maka, shahibul maal berhak mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 3 Juta (40% x Rp. 6 juta) dan sisanya sebesar Rp. 9 juta menjadi hak mudharib.

Referensi: