Seperti yang sahabat UKM tahu, dalam pembiayaan bisnis terdapat dua jenis sumber pembiayaan, yaitu utang dan ekuitas. Apabila ditanyakan kepada sahabat UKM berkaitan sumber pembiayaan mana yang kemudian menjadi prioritas untuk didapatkan, mungkin banyak yang akan menjawab ekuitas. Akan tetapi, tahukah sahabat UKM, bahwa “harga” dari pembiayaan ekuitas sebenarnya lebih mahal dibandingkan dengan utang? Mengapa demikian?

Pembahasan kita kali ini akan coba mengupas lebih lanjut, apa saja konsekuensi dari masuknya investor yang menginvestasikan uang mereka dalam bentuk ekuitas. Dengan begitu sahabat UKM dapat menyesuaikan keuntungan dan biaya dari masing-masing sumber pembiayaan secara tepat.

Baca Juga: Agar Proposal Bisnis Tembus Investasi, Yuk Simak Saran dari Para Mentor!


Mengenal Sekilas Ekuitas

Ekuitas adalah salah satu sumber pembiayaan yang dapat diakses oleh sahabat UKM. Ekuitas memiliki beberapa ciri khas. Pertama, ekuitas tidak menimbulkan kewajiban bagi pemilik bisnis. Tidak adanya kewajiban di sini berarti pemilik bisnis tidak memiliki tanggung jawab tetap terhadap pemberi dana. Hal ini berbeda dengan utang yang menimbulkan kewajiban dimana sahabat UKM sebagai pemilik bisnis harus mengembalikan dana yang diberikan beserta imbal hasil dalam bentuk Bunga.

Kedua, sebagai pengganti dana yang diberikan, ekuitas membuat pemberi dana mendapatkan kepemilikan dari bisnis. Insentif ini yang kemudian menjadikan pembiayaan ekuitas sebenarnya lebih mahal dibandingkan utang. Sahabat UKM harus siap berbagi kepemilikan usaha dengan pemberi dana dari ekuitas. Proporsi kepemilikan yang dibagikan pun tergantung dari besarnya modal dan juga nilai bisnis yang dimiliki saat terjadinya pembiayaan.

Baca Juga: Angel Investor

Ketiga, ekuitas tidak memiliki batas waktu. Ketika investor memberikan pembiayaan melalui ekuitas, maka dana dan juga kepemilikan mereka berlaku untuk waktu yang tidak terhingga. Hal ini berbeda dengan utang yang hanya berlaku sampai periode tertentu. Karakteristik ini juga tidak terlepas dari karakteristik sebelumnya dimana bentuk insentif dari ekuitas adalah kepemilikan.

Ketiga karakteristik ini merupakan karakteristik utama yang perlu diperhatikan dalam mencari pembiayaan melalui ekuitas. Sahabat UKM harus mampu menyadari bahwa ekuitas tidak hanya sekedar mendapatkan dana tanpa kewajiban saja, tetapi justru terdapat banyak implikasi lain yang perlu diperhatikan setelah dana tersebut masuk.


Melakukan Valuasi Saat Investor akan Memasukkan Dana

Ketika akan mendapatkan pembiayaan dalam bentuk ekuitas, sahabat UKM akan menghadapi proses valuasi. Valuasi adalah sebuah proses dimana pelaku usaha dan juga investor membuat sebuah kesepakatan mengenai berapakah nilai ekonomi dari bisnis yang ada saat ini sebelum investor masuk. Hal ini diperlukan untuk mengetahui berapakah nilai kepemilikan dari usaha tersebut.

Baca Juga: e2e Webinar Strategi Menarik Investor guna Meningkatkan Daya Saing UMKM

Pada dasarnya, sahabat UKM bisa saja bernegosiasi dengan investor tanpa harus melalui proses valuasi. Akan tetapi negosiasi seperti ini mungkin saja akan merugikan salah satu pihak, baik investor maupun sahabat UKM sendiri.

Hal tersebut dikarenakan ketidak sesuaian persentase kepemilikan yang didapatkan oleh investor jika dibandingkan dengan jumlah dana pembiayaan yang didapatkan. Apabila persentase kepemilikan yang didapatkan oleh investor terlalu besar dibandingkan dana yang diberikan, maka sahabat UKM berarti mengalami kerugian. Begitu pula sebaliknya.

Sebagai contoh, Pak Andri adalah seorang pengusaha bakpao yang memiliki kios di samping stasiun. Usahanya memiliki banyak pelanggan dan memiliki omset lebih dari 100 juta rupiah. Dengan segala kesuksesan beliau, Pak Andri baru saja mendapatkan investor yang akan berinvestasi pada usaha bakpao.

Investor tersebut berencana untuk berinvestasi sebesar 200 juta rupiah yang nantinya akan digunakan untuk membuka dua gerai bakpao. Dalam membagi kepemilikan, Pak Andri dan investornya sepakat bahwa masing-masing akan mendapatkan kepemilikan sebanyak 50% atas usaha bakpao tersebut.

Baca Juga: Plus Minus Pendanaan Angel Investor

Secara tidak langsung, bisnis Pak Andri dihargai sebesar 200 juta rupiah karena dengan berinvestasi sejumlah nilai tersebut sang investor mendapatkan setengah kepemilikan. Keduanya menyepakati persentase tersebut setelah berdiskusi santai di salah satu warung kopi.

Beberapa bulan berlalu, Pak Andri merasa bahwa kesepakatan dengan investor tersebut sangat merugikan. Hal ini baru disadari ketika Pak Andri mendapatkan tawaran investasi lain yang ingin memberikan 300 juta untuk 50% kepemilikan. Berbeda 100 juta dibandingkan penawaran sebelumnya yang diterima Pak Andri.

Dalam kondisi ini Pak Andri sudah tidak bisa semudah itu mengambil keputusan karena sudah ada investor sebelumnya yang juga menjadi pemilik usaha. Selain itu, apabila saat ini kesepakatan terebut diambil dan investor baru masuk, Pak Andri hanya akan memiliki 25% kepemilikan usaha saja.

Melakukan valusi memang sebuah hal yang mudah. Salah satu tantangan dalam melakukan valuasi adalah ketersediaan data. Data diperlukan dalam menganalisis nilai intrinsik dari bisnis yang akan divaluasi. Cakupan data ini menjadi sangat luas, mulai dari laporan keuangan standar hingga informasi yang tidak tertera dalam laporan keuangan seperti kepemilikan dan faktor-faktor eksternal lain.

Baca Juga: Menyiapkan Company Profile, Rencana Usaha, dan Proposal Bisnis Untuk Mengundang Investor

Bagi pelaku usaha besar saja, pengumpulan data ini mungkin akan memerlukan tenaga tersendiri dalam pelaksanaannya. Realitas ini mungkin menjadi satu motivasi lain bagi sahabat UKM untuk melakukan pencatatan. Tanpa melakukan pencatan, sahabat UKM dapat menghadapi kesulitan dalam membantu investor untuk menilai bisnis.

Berdasarkan buku Fundamentals of Entrepreneurial Finance yang ditulis oleh Marco Da Rin dan Thomas Hellman, pelaku bisnis dan investor juga menghadapi masalah berupa perbedaan kebutuhan informasi dalam melakukan valuasi bisnis. Pelaku bisnis mungkin memiliki informasi yang lebih baik mengenai produk bisnis yang akan diinvestasikan.

Perspektif yang mereka bawa adalah bagaimana produk tersebut memiliki kualitas yang baik untuk diterima konsumen. Sebaliknya, investor memiliki perspektif bagaimana pasar akan menerima produk yang akan diinvestasikan. Investor mungkin akan lebih pesimis dan kritis dalam melihat produk. Sudut pandangan yang berbeda inilah yang kemudian menjadi tantangan untuk menentukan valuasi produk.

Sebagai contoh, Pak Hamid merupakan pemilik usaha madu asli. Madu yang dijual oleh Pak Hamid memang bukan hanya madu biasa. Selain memiliki kualitas madu yang baik dengan manfaat kesehatan yang tinggi, Pak Hamid juga tidak segan-segan mempersiapkan kemasan yang baik bagi produknya. Alhasil, madu miliki Pak Hamid tidak hanya cocok untuk dibeli sebagai produk kesehatan, tetapi juga dijadikan sebagai sebuah Hadiah dalam bentuk hampers.

Baca Juga: Membedah Pola Pikir Investor Ekuitas dalam Memilih Investee

Belakangan, Pak Hamid juga membuat beberapa produk turunan dari madu seperti permen dan kue madu. Melihat potensi usaha yang begitu baik, Pak Hamid mendapatkan tawaran investasi dari seorang investor. Tawaran ini tentu menjadi dilihat sebagai sebuah potensi bagi Pak Hamid untuk menaikkan skala bisnisnya. Oleh karena itu, Pak Hamid pun akhirnya bertemu dengan sang investor.

Pada awalnya, diskusi tersebut berjalan dengan cukup baik. Investor memuji usaha Pak Hamid yang sangat kreatif dengan variasi produk yang menarik. Akan tetapi, masalah baru muncul ketika investor mulai menyatakan bentuk kesepakatan mereka. Investor menyatakan bahwa ia bersedia memberikan 300 juta rupiah dengan catatan ia mendapatkan 50% kepemilikan dari usaha.

Penawaran tersebut membuat Pak Hamid tidak cukup senang. Baginya nilai tersebut terlalu kecil dibandingkan potensi usaha yang dimilikinya. Pak Hamdi pun kemudian menyatakan bahwa 300 juta rupiah terlalu kecil untuk setengah kepemilikan dari bisnisnya. Investor pun membuka ruang negosiasi dengan menanyakan mengenai prospek usahanya dalam bentuk laporan keuangan. Ia berencana melakukan valuasi terhadap usaha Pak Hamid.

Sayangnya, Pak Hamid tidak memiliki laporan keuangan untuk divaluasi. Beliau hanya bisa menceritakan usahanya saja, tetapi tidak memiliki laporan tertulis ataupun dokumen mengenai usahanya. Melihat kondisi tersebut, investor menyatakan bahwa ia tidak bisa melakukan penilaian ulang terhadap usaha Pak Hamid sehingga dengan berat hati penawarannya tidak bisa berubah. Pada akhirnya, keduanya pulang tanpa sebuah kesepakatan.

Baca Juga: Membedah Pola Pikir Investor Ekuitas Dalam Memilih Investee

Kasus ini menjadi sebuah gambaran, bagaimana valuasi memegang peran sangat penting dalam pembiayaan ekuitas. Dalam aspek yang lebih teknis, valuasi ini juga sangat bergantung pada sebaik apa sahabat UKM menggambarkan bisnis yang dimiliki, dimana hal itu memerlukan laporan keuangan dan dokumentasi lainnya.


Memanfaatkan Pembiayaan Ekuitas dalam Pembelian Aset

Selain memahami proses negosiasi, sahabat UKM juga perlu memahami karakteristik dari uang yang didapatkan dari pembiayaan ekuitas. Hal ini sebenarnya sudah dibahas sebelumnya saat melihat karakteristik dari pembiayaan ekuitas. Akan tetapi perlu ditekankan lagi beberapa hal mengenai seberapa penting memanfaatkan pembiayaan ekuitas dengan baik.

Pembiayaan ekuitas adalah pembiayaan yang tidak menimbulkan tanggung jawab untuk dikembalikan. Secara tidak langsung, pembiayaan ekuitas berarti memberikan kas gratis terhadap sahabat UKM untuk dikelola. Pada kenyataannya, kas tersebut tidak gratis. Sahabat UKM kini harus berbagi kepemilikan dengan investor yang mendapatkan beberapa bagian kepemilikan dari usaha seiring dengan adanya investasi yang dilakukan.

Baca Juga: Cara Menghitung Nilai Perusahaan Untuk Negosiasi Penanaman Modal Ekuitas/Saham

Oleh karena itu, sahabat UKM harus mampu memanfaatkan dana yang didapatkan untuk meningkatkan pendapatan beberapa kali lipat sehingga bagian pendapatan yang diterima tidak menjadi lebih kecil setelah harus berbagi pendapatan dengan investor.

Sebagai contoh, Ibu Dani baru saja mendapatkan investor yang menyuntikkan modal sebesar 300 juta untuk usaha pecel instannya. Investor tersebut mendapatkan 50% kepemilikan atas usaha yang dimiliki oleh Ibu Dani.

Sebelum ada investor tersebut, keuntungan bersih yang bisa Ibu Dani dapatkan adalah sebesar 50 juta rupiah setiap bulannya. Setelah ada investor tersebut dan adanya pembelian mesin baru, bisnis Ibu Diah mencatatkan keuntungan bersih sebesar 80 juta rupiah. Sekilas nilai ini menunjukkan suatu hal yang baik karena adanya peningkatan keuntungan.

Akan tetapi, saat menghitung kembali keuntungan bersih untuk dirinya, Ibu Diah menyadari bahwa beliau hanya mendapatkan 40 juta rupiah setelah terjadinya investasi. Hal ini dikarenakan 80 juta rupiah tersebut kini harus dibagi dua dan Ibu Diah hanya mendapatkan separuhnya.

Berdasarkan kasus tersebut, dana ekuitas menjadi sesuai untuk digunakan dalam keperluan investasi. Sahabat UKM dapat memilih beberapa investasi yang sesuai dengan kebutuhan sahabat UKM, seperti pembelian mesin baru yang lebih efektif, pembelian gudang untuk penyimpanan stok, pembukaan toko baru dan banyak contoh lainnya.

Baca Juga: UMKM Bermitra dengan Investor?

Hal terpenting dari investasi ini adalah harus mampu menaikkan level produktifitas ataupun penjualan usaha dari bisnis sehingga bisa menghasilkan lebih banyak kas bagi pemilik, yaitu sahabat UKM sendiri dan juga investor. Pembiayaan melalui ekuitas ini relatif tidak cocok untuk kebutuhan Jangka pendek seperti untuk menjadi modal kerja.

Pada kasus Ibu Diah tadi, kecilnya proporsi keuntungan dapat dicegah ketika beliau bisa memilih media investasi yang bisa menaikkan keuntungan bisnisnya lebih dari 100%. Sebagai contoh, dibandingkan membeli mesin baru, Ibu Diah memilih untuk membuka toko penjualan baru yang lebih strategis.

Alhasil, keuntungan yang diperoleh setelah terjadinya investasi kini menjadi 120 juta rupiah. Ibu Diah yang memperoleh setengahnya, atau 60 juta rupiah, kini tidak lagi mengalami kerugian dalam hal keuntungan yang bisa beliau bawa.


Pengambilan Keputusan Setelah Investor Masuk

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pembiayaan investasi adalah pengambilan keputusan. Perubahan struktur kepemilikan tidak hanya berdampak teradap keuntungan yang dimiliki perusahaan, tetapi juga terhadap pengambilan keputusan. Pada saat investor baru masuk, sahabat UKM bukanlah lagi pemilik usaha tunggal dari bisnis. Saat ini keputusan harus diambil dengan kesepakatan bersama.

Kondisi ini tentu tidak mudah karena terdapat perbedaan tujuan antara sahabat UKM dan juga investor. Sahabat UKM mungkin melihat bisnis yang didirikan sebagai bentuk idealisme dan hasil jerih payah yang membuat bisnis ini harus sukses. Bagi sahabat UKM, bisnis tersebut mungkin menjadi sebuah harga mati untuk diperjuangkan.

Akan tetapi, bagi investor, bisnis yang dia investasikan tidak lebih dari sekedar aset yang diharapkan mampu memberikan keuntungan. Investor tidak akan segan untuk mengorbankan bisnis yang ia investasikan untuk memperoleh keuntungan. Dalam beberapa catatan, banyak start-up yang sudah diinvestasikan oleh modal ventura melalui pembiayaan ekuitas, pada akhirnya akan dijual ke perusahaan lain untuk diakuisisi.

Baca Juga: Memahami Hal-Hal yang Wajib Dirumuskan dalam Term Sheet dengan Investor

Hal ini didorong oleh para investor yang mungkin saja membutuhkan uangnya, sedangkan bisnis yang dia investasikan belum menghasilkan. Pada intinya, investor memiliki keterikatan yang lebih lemah terhadap bisnis yang ia investasikan dibandingkan oleh sahabat UKM yang mendirikan bisnis tersebut.

Selain itu, perbedaan pendapatan dalam pengambilan keputusan juga pada saat bisnis memerlukan tambahan dana dari investor baru. Investor cenderung akan lebih mudah menerima investor baru selama aktivitas tersebut dapat meningkatkan potensi keuntungan bisnis tersebut. Bagi mereka tidak masalah jika semakin banyak yang terlibat dalam bisnis.

Akan tetapi, ketika investor baru masuk, proporsi kepemilikan sahabat UKM sebagai pemilik bisnis akan semakin terancam. Bukan tidak mungkin sahabat UKM kini sudah tidak memiliki kontrol lagi terhadap bisnis tersebut. Bukan hal baru dalam pembiayaan ekuitas dimana pemilik suatu bisnis sudah tidak lagi memiliki kuasa penuh terhadap bisnisnya. Hal inilah yang kemudian perlu dicatat oleh sahabat UKM.

Nah, itulah beberapa hal yang perlu dipahami dari pembiayaan ekuitas. Setiap hal memiliki konsekuensinya, begitu pula pembiayaan ekuitas.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.