Salah satu keinginan dari banyak pelaku usaha mikro adalah ingin memiliki investor ekuitas. Hal ini tidak terlepas dari pembiayaan yang relatif tidak menimbulkan kewajiban bagi pelaku usaha mikro seperti ketika mendapatkan utang.

Tidak hanya itu, Sahabat Wirausaha juga mungkin akan mendapatkan partner dalam melakukan pengembangan usaha. Investor ekuitas dapat memberikan akses terhadap jaringannya untuk mengembangkan usahanya lebih baik lagi.

Di balik semua dampak tersebut, tentu akan muncul pertanyaan mengenai cara mendapatkan kepercayaan dari investor ekuitas tersebut. Meskipun investor memiliki karakteristiknya masing-masing, tetapi terdapat pola yang sama dari setiap investor ekuitas dalam menentukan bisnis yang ingin diinvestasikannya.

Baca Juga: Agar Proposal Bisnis Tembus Investasi, Yuk Simak Saran dari Para Mentor!


Karakteristik Usaha yang Dilirik oleh Investor

Perlu diperhatikan, menjadi investor ekuitas berarti menjadi pemilik dari usaha tersebut juga. Sebagai konsekuensi dari hal tersebut, investor menjadi memiliki kepentingan untuk memastikan bahwa usaha tersebut sesuai dengan kriteria dan memiliki potensi untuk dikembangkan.

Menjadi pemilik bisnis tersebut juga berarti menanggung sebuah risiko besar atas investasinya karena pemilik ekuitas, mulai dari risiko bisnis hingga risiko keuangan.

Dengan semua risiko dan status kepemilikan tersebut, pemilik ekuitas akan berusaha memilih bisnis yang dapat dikembangkan. Hal ini dikarenakan investor ekuitas pasti berharap bisnis yang dia investasikan dapat tumbuh dan berkembang sehingga mereka bisa mendapatkan keuntungan dari investasi awal mereka.

Berdasarkan buku Fundamentals of Entrepreneurial Finance yang ditulis oleh Marco Da Rin dan Thomas Hellman, terdapat beberapa karakteristik dari bisnis yang kemudian dilirik oleh para investor ekuitas.

Baca Juga: Angel Investor

1.Bisnis tersebut harus berada pada sebuah industri yang dinamis sehingga memungkinkan pemain baru masuk ke dalam pasar

Lingkungan usaha yang dinamis ini dapat tercipta dari perkembangan teknologi, regulasi dan juga perubahan pola konsumen. Perkembangan teknologi yang sangat cepat, misalnya, telah memberikan kesempatan bagi setiap industri usaha untuk mampu berinovasi dan terus bersaing.

Sebagai contoh, industri pembiayaan tadinya membutuhkan kemampuan tertentu dalam menilai calon kreditor. Kini dengan memanfaatkan teknologi artificial intelligent, mereka mampu membuat penilaian terhadap kreditor tanpa harus memiliki begitu banyak pakar untuk menilai setiap pengajuan yang ada.

Selain industri yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, industri yang dinamis juga dapat diciptakan dengan mengganti pola pikir konsumen. Sebagai contoh, industri transportasi di Indonesia pada dasarnya sudah cukup jenuh sebelumnya dengan didominasi oleh angkutan umum dan taksi.

Ojek pun tersedia sebagai alat transportasi komplementer dalam menunjang keperluan masyarakat. Akan tetapi, dengan mobilitas yang semakin meningkat, perusahaan ojek online berhasil mengganti pola pikir masyarakat terhadap transportasi ojek itu sendiri. Pada saat ini, ojek digunakan sebagai salah satu alat pilihan utama bagi masyarakat.

Tentu perubahan pola konsumsi ini tidak terjadi dengan sendirinya. Perusahaan ojek online di Indonesia melakukan kampanye yang masif dan promo yang gencar. Tetapi, keberhasilan dalam mengganti pola konsumsi ini patut diakui sebagai sebuah perhitungan yang baik.

Berdasarkan beberapa contoh kasus di atas, Sahabat Wirausaha perlu memastikan bahwa industri yang sahabat memiliki potensi untuk masuk ke dalam persaingan usaha. Sahabat Wirausaha harus mampu menjauhi sektor-sektor yang sudah banyak pemain besar di dalamnya. Jika pun ingin bersaing di sektor yang sejenis, maka harus mampu menciptakan inovasi signifikan yang dapat membedakan dengan para pelaku usaha lainnya.

2. Tidak memerlukan biaya besar dalam menguasai pasar

Pada karakteristik sebelumnya, Sahabat Wirausaha mungkin sudah melihat bahwa penetrasi ke dalam sebuah pasar bisa dilakukan dengan menggunakan modal yang didapatkan dari investor, seperti yang dilakukan oleh perusahaan ojek online di Indonesia.

Baca Juga: Plus Minus Pendanaan Angel Investor

Akan tetapi, perlu diperhatikan juga biaya yang kemudian dikeluarkan jika dibandingkan manfaat yang akan diterima. Investor tidak akan mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membiaya bisnis yang skalanya masih belum terlalu besar.

Karakteristik ini juga menjadi alasan dari karakteristik sebelumnya dimana Sahabat Wirausaha haruslah berada di sektor yang cenderung belum terlalu jenuh. Pada sektor yang sudah jenuh, biaya pemasaran untuk membuat produk tersebut menjadi pemimpin pasar akan sangat besar. Jika pun bisa mengeluarkan biaya yang sangat besar, mungkin masyarakat akan menyadari keberadaan produk tersebut, tetapi belum tentu akan menjadi prioritas dalam mengonsumsi.

Sebagai contoh, Sahabat Wirausaha mungkin sering mengunjungi toko Indomaret untuk membeli minuman segar. Pada saat membuka kulkas yang tersedia, Sahabat Wirausaha akan menemukan banyak sekali pilihan yang bisa dikonsumsi.

Beberapa produk bahkan tidak pernah Sahabat Wirausaha lihat iklannya. Mungkin saja karena kemasannya bagus, Sahabat Wirausaha pada akhirnya akan membeli minuman tersebut. Sedangkan, saudara Sahabat Wirausaha yang juga berbelanja memilih untuk membeli susu yang lebih familiar karena sudah sering dilihat di iklan televisi.

Proses di atas mungkin terlihat sangat sederhana, tetapi apabila Sahabat Wirausaha bedah struktur biaya yang sudah dikeluarkan, mungkin proses ini akan terlihat sangat menghabiskan biaya. Pada tahapan distribusi saja, Sahabat Wirausaha sudah harus memastikan proses produksi bisa memenuhi permintaan dari Indomaret dan toko-toko lainnya.

Ini artinya produksi harus dilakukan dengan sangat masif dan konsisten. Lalu biaya untuk memastikan keberadaan produk di toko-toko tersebut juga tidaklah murah. Ditambah dengan periklanan dalam membangun kesadaran konsumen terhadap produk.

Belum lagi, pada kasus tersebut, produk minuman yang dipilih oleh konsumen akan sangat beragam karena terdapat banyak sekali pilihan yang dapat disesuaikan oleh preferensi pembeli. Kondisi ini menunjukkan dengan biaya yang besar, produk di industri ini masih akan sulit menjadi pemimpin pasar.

Baca Juga: Menyiapkan Company Profile, Rencana Usaha, dan Proposal Bisnis Untuk Mengundang Investor

3. Bisnis dapat dinaikkan skala usahanya

Bisnis yang dibiayai harus mampu ditingkatkan level usaha dan profitnya dalam waktu yang sangat singkat. Sekali lagi hal ini tentu berkaitan dengan dua karakteristik sebelumnya dimana industrinya harus relatif mudah dipenetrasi. Selain itu, waktu yang sederhana juga berkaitan dengan biaya yang relatif lebih murah.

Sesuai dengan karakteristik tersebut, investor tidak akan tertarik pada bisnis yang memiliki keterbatasan dari sisi jangkauan. Inilah yang menjadi salah satu kendala dalam pengembangan bisnis bagi kebanyakan UMKM. Beberapa UMKM masih berfokus pada jangkauan yang kecil dan belum memiliki rencana ekspansi yang jelas.

Berdasarkan kondisi tersebut, Sahabat Wirausaha harus mulai menyusun perencanaan usaha untuk mampu tumbuh pada skala yang lebih besar. Jika pun belum mampu merealisasikan pada skala tersebut, setidaknya Sahabat Wirausaha harus mampu menyusun rencana ekspansi.


Bagaimana Investor Memilih Bisnis yang Diinvestasikan?

Setelah mengetahui karakteristik bisnis yang dilirik oleh investor, Sahabat Wirausaha juga perlu memahami bagaimana investor menemukan bisnis yang masuk dalam kriterianya. Hal ini dapat membantu Sahabat Wirausaha untuk masuk ke dalam radar pencarian dari investor.

Pada dasarnya, mendapat perhatian dari investor ekuitas tidaklah mudah. Mereka mendapatkan ratusan bahkan ribuan proposal bisnis yang kemudian mencari akses pembiayaan dari mereka. Oleh karena itu, mereka biasanya akan memilih berdasarkan beberapa pertimbangan, yang mungkin sifatnya objektif, tetapi merupakan pilihan terbaik yang mereka bisa lakukan.

1. Menentukan area cakupan bisnisnya

Area ini tidak hanya bersifat geografis saja, tetapi juga bisa termasuk area industri. Meskipun banyak investor ekuitas yang membuka kesempatan bagi setiap sektor yang ada, pada awalnya dan umumnya mereka akan tetap memiliki spesialisasi tertentu dalam mencari bisnis yang bisa dibiayai.

Pemilihan area ini dapat didasarkan pada latar belakang investor itu sendiri. Investor yang memiliki pengalaman di area tertentu ataupun berasal dari lokasi geografis tertentu, mungkin akan lebih memprioritaskan berinvestasi pada bisnis pada area yang sama.

Baca Juga: e2e Webinar Strategi Menarik Investor guna Meningkatkan Daya Saing UMKM

Hal ini dikarenakan mereka memiliki pemahaman yang cukup baik pada area tersebut sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi usaha yang akan mereka miliki juga dalam investasi mereka. Tidak hanya itu, mereka juga dapat memberikan jaringan dan keuntungan lain bagi kepentingan bisnis yang diinvestasikan.

Hal inilah yang mungkin Sahabat Wirausaha dapat lihat dalam beberapa reality show berbentuk pitch deck dimana para kandidat investor akan mencoba membawa pengalaman, jaringan dan keuntungan lainnya dalam mendukung bisnis yang mereka investasikan.

Pemilihan area ini juga dapat didasarkan pada strategis atau tidaknya industri bisnis yang ingin diinvestasikan. Beberapa investor juga mungkin akan memberikan perhatian yang cukup besar terhadap beberapa industri yang memiliki potensi pertumbuhan yang cukup besar, meskipun mereka tidak memiliki kemampuan yang cukup tinggi di bidang tersebut. Beberapa bidang strategis tersebut seperti artificial intelligent, digital, biofarma dan sektor-sektor lain yang cukup distruptif.

2. Membangun interaksi dengan pemilik bisnis

Para calon investor bisnis akan berusaha untuk mencari informasi sebanyak mungkin mengenai usaha yang ingin dia investasikan. Hal ini tidak terlepas dari pentingnya mengetahui bisnis yang ingin mereka investasikan. Tidak jarang proses interaksi dengan pemilik bisnis ini akan membutuhkan waktu yang cukup panjang.

Dalam menciptakan hubungan yang baik terhadap para investor ini, para pelaku bisnis harus mampu mengangkat kelebihan dari bisnis yang dimiliki dalam setiap tahapan. Tahapan pertama yang kemudian dilakukan tentu menyiap proposal yang menarik dan mampu mendapatkan atensi dari para investor. Perlu diperhatikan kembali bahwa investor akan mendapatkan banyak sekali proposal. Oleh karena itu, proposal yang disusun harus mampu memberi kesan pertama yang baik bagi investor.

Baca Juga: Melakukan Analisa Kesehatan Bisnis Untuk Menyusun Prioritas

Setelah mendapatkan perhatian dari investor, proses selanjutnya baru akan dimulai. Masih berdasarkan buku Fundamentals of Entrepreneurial Finance, proses ini kemudian disebut sebagai proses fit dimana baik dari investor maupun pemilik bisnis akan mencoba untuk menyesuaikan karakteristik bisnis dengan rencana yang dimiliki oleh investor.

Pemilik bisnis harus melakukan pitch dalam beberapa kesempatan dimana mereka mempresentasikan bisnisnya secara komprehensif kepada investor. Sedangkan pada saat yang sama, investor akan melakukan screening terhadap kapasitas bisnis secara langsung. Proses pencocokan ini yang terus terjadi secara berkesinambungan untuk kemudian menciptakan kesepakatan berkaitan dengan investasi.


Cappucino Cincau dan HAUS!

Pada bagian terakhir dari tulisan ini, mari Sahabat Wirausaha melihat bagaimana investor bisnis dapat mengakses investasi ekuitas. Kasus yang digunakan ini pun cukup unik dan menjadi pembuktian bahwa bisnis tidak harus bergerak di bidang teknologi untuk mampu berkembang dan mendapatkan pembiayaan ekuitas.

Pada akhir bulan Desember 2020, HAUS! mencatatkan sejarah. Ini pertama kalinya BRI Ventures sebagai perusahaan modal ventura memberikan pembiayaan di industri makanan dan minuman. Perlu diketahui sekilas bahwa bentuk pembiayaan dari modal ventura bersifat ekuitas. BRI Ventures menyuntikkan dana sebesar 30 miliar rupiah kepada HAUS! yang akan digunakan untuk melakukan ekspansi ke depannya.

Baca Juga: Menyusun Anggaran dan Proyeksi Pertumbuhan Usaha untuk Rencanakan Kesuksesan

Apabila kita melihat fenomena ini, mungkin apa yang dilakukan oleh HAUS! terlihat luar biasa. Akan tetapi sebenarnya produk yang dijual oleh HAUS! tidak jauh berbeda dengan produk-produk minuman yang dapat dibuat secara mandiri di rumah oleh Sahabat Wirausaha.

Dengan membeli bahan-bahannya sendiri melalui toko online, Sahabat Wirausaha dapat membuat produk serupa dengan biaya lebih murah. Dalam mekanisme penjualan, HAUS! pun tidak menggunakan metode yang terlalu kompleks.

Mereka memiliki banyak kios-kios di sekitar toko Alfamart yang mungkin juga dapat direplika oleh Sahabat Wirausaha. Sekilas, Sahabat Wirausaha mungkin bertanya-tanya, faktor apa yang kemudian membuat HAUS! dapat berkembang sejauh ini.

Kunci dari pengembangan ini adalah perencanaan usaha yang agresif tetapi matang. Seperti yang dibahas pada bagian sebelumnya, investor ekuitas akan mencari bisnis yang memiliki kemampuan untuk masuk ke pasar dengan sangat cepat dan mampu mencakup skala yang luas. HAUS! mengadopsi ini dengan sangat baik. Mereka membangun brand yang kuat untuk kemudian diekspansikan secara masif.

Dalam waktu yang relatif singkat, mereka membuka banyak toko di banyak lokasi untuk membangun kesadaran akan produk mereka. Hingga akhir tahun 2020, mereka telah memiliki 109 cabang di Jakarta dan Bandung. Agresivitas ini juga tidak hanya terlihat dalam pemasaran, tetapi juga dalam pengembangan produk. Hal ini terlihat dari jumlah pilihan menu mereka yang mencapai 35 pilihan menu yang tersedia.

Selain itu, mereka juga mampu mendefinisikan target pasarnya secara jelas. Dibandingkan mengincar pasar high end seperti Kopi Kenangan atau Janji Jiwa, mereka berfokus pada kelas menengah dan bawah dengan harga yang cukup murah dan lokasi pembelian yang lebih mudah diakses, seperti di pinggir jalan. Hal inilah yang membuat HAUS! berkembang dengan cukup cepat.

Uniknya, berkembangnya minat masyarakat terhadap minuman seperti ini sudah terjadi sejak tahun 2013. Pada periode itu, berkembanglah minuman bernama cappuccino cincau. Minuman ini menjadi viral pada periode tersebut. Sayangnya produk ini tidak dimanfaatkan dengan baik. Banyak bermunculan penjual minuman yang dikenal dengan sebutan capcin tersebut.

Baca Juga: Rencana Usaha untuk Mengakses Pinjaman di atas Rp 500 Juta

Alhasil, tidak ada brand yang cukup melekat pada produk capcin dan semua orang bisa membuatnya dengan standar rasa yang berbeda-beda. Ironisnya lagi, penjual capcin ini juga banyak terjebak pada penjualan produk tersebut saja. Ketika masyarakat sudah jenuh dengan produk tersebut, penjualan usaha tersebut pun menurun dan akhirnya banyak usaha harus mengalami penutupan.

Kedua jenis minuman ini sebenarnya memiliki kemiripan. Akan tetapi, bagaimana konsep pengembangannya yang kemudian membedakan kapasitas usaha keduanya. Hal ini juga yang kemudian menjadi alasan, mengapa HAUS! dapat mengakses pembiayaan dari investor sedangkan cappuccino cincau hanya menjadi produk sesaat saja.

Kedua fenomena ini juga menunjukkan bahwa semua produk sebenarnya bisa berkembang dan mampu mengakses pembiayaan ekuitas, terlepas dari jenis produk dan usahanya.

Nah itulah pembahasan artikel Bedah Kasus kita ini. Semoga dengan membaca ini, Sahabat Wirausaha bisa lebih efektif untuk mendapatkan investor ekuitas. Usaha kita juga bukan tidak mungkin bisa mendapatkan pendanaan besar seperti HAUS!. Semangat teman-teman untuk Naik Kelas!

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.