Perencanaan keuangan keluarga? Memangnya perlu? Kok seperti perusahaan saja? Repot ah, tidak sempat. Sudah kadung menggabung usaha rumah tangga dengan usaha, sulit memisahkan.

Memang banyak sekali keluarga yang mengelola pendapatannya dengan ‘gaya bebas’, yaitu dengan cara membeli berbagai kebutuhan dan keinginan untuk seluruh anggota keluarga, setelah itu bila terdapat uang yang tersisa barulah ditabung. Hal ini menyebabkan banyak keluarga yang merasa pasrah bila uang tabungannya tidak bertambah karena tidak ada sisa pendapatan untuk ditabung, bahkan pada banyak kasus malah berkurang. Kerap pula ada yang merasa bingung “mengapa masih pertengahan bulan uang sudah hampir habis ya? padahal kayaknya saya tidak membeli apa-apa”.

Baca Juga: Menyiapkan Company Profile, Rencana Usaha, dan Proposal Bisnis untuk Mengundang Investor

Untuk konteks rumah tangga pelaku UMKM, seringnya keuangan rumah tangga bercampur dengan urusan keuangan usaha. Sehingga disaat kondisi keuangan rumah tangga terganggu - misalnya karena peristiwa anggota keluarga ada yang sakit dan membutuhkan biaya pengobatan yang besar - beberapa pelaku usaha mengeluhkan sulitnya melanjutkan operasional usaha karena dananya terpakai. Terpaksa, mereka pun harus mencari pinjaman atau ke kantor gadai agar bisa mendapatkan dana segar untuk membeli bahan baku, ongkos transport, atau membayar karyawan demi melanjutkan operasional usaha.

Itulah gunanya kita menyusun perencanaan keuangan keluarga, yaitu agar penggunaan keuangan kita dapat lebih terkendali dan pengaruh gejolak keuangan rumah tangga terhadap kelancaran operasional usaha pun dapat diminimalisasi. Begitu pula sebaliknya, agar gejolak keuangan usaha tidak mengganggu kelancaran keuangan rumah tangga. Hal ini semakin penting khususnya bagi pelaku UMKM yang sumber penghasilan utama rumah tangganya adalah dari usaha; dengan kata lain, berbisnis bukan sekedar iseng untuk mendapatkan penghasilan sampingan saja.

Baca Juga: Mengenal Ragam Platform Aplikasi Pesan Untuk Bisnis (Telegram, WA Bisnis, Line)

Sulitkah membuat perencanaan keuangan keluarga? Jika dipikir sulit, maka ia akan sulit. Jika dipikir mudah, maka ia akan menjadi lebih mudah rasanya. Yang pasti, semua rumah tangga mampu membuat perencanaan keuangan. Terbukti dari adanya kasus-kasus di mana orang tua yang tak tamat SD dan menjalani kehidupan ekonomi yang sulit, masih bisa menabung sampai semua anaknya kuliah. Adapun memang pada awal perencanaan akan membutuhkan cukup banyak waktu, namun setelahnya akan lebih mudah karena bisa mengikuti pola pada waktu sebelumnya, tinggal disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada bulan yang berjalan.

Pada dasarnya dalam menyusun perencanaan keuangan keluarga, kita perlu menyusun anggaran rumah tangga. Anggaran terdiri dari dua komponen, yaitu pendapatan dan pengeluaran. Terkait pendapatan, ada baiknya pelaku UMKM memisahkan keuangan rumah tangga dengan usahanya dengan cara menggaji, menyewa fasilitas rumah, dan bagi hasil dengan usaha milik sendiri. Misalnya, Pak Andre adalah pemilik UMKM yang juga aktif mengelola usahanya sehingga dapat menerima gaji bulanan Rp4 juta yang dibayarkan dari rekening usaha ke rekening pribadinya. Rumah Pak Andre juga digunakan sebagai tempat produksi atau gudang penyimpanan, maka Pak Andre juga menerima pendapatan sewa Rp500 ribu per bulan sebagai kompensasi pinjam pakai rumah pribadi untuk kegiatan usaha. Saat perputaran usaha berjalan baik sehingga berhasil memberikan laba, maka Pak Andre juga dapat mengambil 30-50% laba usahanya untuk kompensasi sebagai pemilik modal usaha. Nah,misalkan dari gaji, pendapatan sewa, dan bagi hasil laba usaha (deviden) tersebut, pendapatan rumah tangga Pak Andre adalah Rp5 juta. Adapun terkait pengeluaran, Pak Andre dapat mengelola pengeluarannya ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu pengeluaran wajib atau primer, sekunder, dan tersier.

Baca Juga: 10 Aplikasi Keuangan Digital


PENGELUARAN WAJIB

Pengeluaran wajib ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pokok kita, meliputi:

  • Pengeluaran wajib sehari-hari, mencakup biaya transport dan makan/minum,
  • Pengeluaran wajib bulanan, mencakup uang sekolah anak, pembayaran berbagai cicilan, biaya telepon, listrik, gas, air minum, dll
  • Alokasi pengeluaran wajib tahunan, mencakup asuransi kesehatan, perpanjangan pajak kendaraan, dll. Walaupun pembayarannya dilakukan secara tahunan, namun karena jumlahnya relatif besar, sebaiknya kita menyisihkan anggaran tersebut secara bulanan, sehingga tidak terjadi penggunaan pendapatan besar-besaran pada bulan di mana pengeluaran tahunan ini dilakukan.
  • Tabungan, memasukkan tabungan ke dalam pengeluaran wajib sangat direkomendasikan. Bila selama ini kita menabung bila ada uang belanja yang tersisa, baliklah kebiasaan itu. Sisihkan uang tabungan terlebih dahulu, misal 15% dari pendapatan kita, sisanya baru dialokasikan untuk pos-pos anggaran wajib lainnya.

“Duh, masa nabung dulu baru belanja, memangnya sisa uangnya bisa cukup untuk belanja bulanan?”.

Baca Juga: Asuransi

Biasanya reaksi seperti itu yang umum diungkapkan banyak orang. Wajar memang, karena tak jarang yang terjadi seluruh pendapatan habis dibelanjakan, bahkan kurang. Maka dari itu membuat anggaran memang penting, dan yang lebih penting lagi adalah menjalankannya secara disiplin. Dengan membuat anggaran, kita dapat menjadi lebih kreatif dalam mengelola keuangan rumah tangga secara lebih hemat, namun tetap efektif. Misalnya, dari pendapatan bulanan Rp5 juta kita berharap bisa menabung sekitar Rp750.000 (15%), maka sisa dana untuk dibelanjakan adalah Rp4.250.000. Dikurangi cicilan Rp1.500.000, listrik Rp350.000, air Rp200.000, gas Rp100.000, sekolah anak Rp300.000; perlengkapan mandi dan cuci (toiletries) Rp100,000; dan alokasi pengeluaran tahunan Rp100,000; maka sisa dana untuk belanja makanan minuman adalah Rp1.500.000. Apakah cukup ya untuk memberi makan sebuah rumah tangga beranggotakan 4 orang (misalnya terdiri dari suami, istri, dan dua anak usia SD)?

Jawaban dari pertanyaan di atas memang tidak bersifat hitam putih, karena tergantung dengan kondisi unik masing-masing rumah tangga. Namun secara umum, konsumsi beras orang Indonesia adalah 114 gram per orang/hari, sehingga jika dikali 4 orang, 30 hari, dan harga beras Rp10,000/kg, maka pengeluaran bulanan untuk beras adalah sekitar Rp140,000, menyisakan Rp1,36 juta untuk bahan makanan lainnya sebagai lauk pauk seperti sayuran, telur, ayam, tempe, gula, dan lainnya. Jumlah tersebut bisa saja cukup, khususnya jika “dicukup-cukupkan” dengan cara masak sendiri, belanja di warung termurah di sekitar rumah, dan atau, menanam sendiri beberapa bumbu seperti cabai, jahe, kunyit, kangkung, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Kartu Debit

Namun bagaimana jika sudah kita “cukup-cukupkan” masih saja kurang? Jika demikian, artinya sudah saatnya kita memikirkan upaya untuk menambah pendapatan rumah tangga, antara lain dengan bekerja sampingan, membuat usaha di rumah, atau menjadi mitra pemasaran (reseller) dari usaha orang lain.

Bagaimana pula bila ternyata setelah menyisihkan semua pengeluaran wajib (termasuk menabung), masih ada sisa pendapatan? Nah, kalau begini ceritanya, barulah kita bisa mulai memikirkan cara untuk mengalokasikan pengeluaran sekunder untuk memenuhi keinginan kita.

Baca Juga: Kartu Kredit


PENGELUARAN SEKUNDER

Pengeluaran sekunder adalah pengeluaran untuk memenuhi keinginan kita yang cukup penting namun bukan merupakan suatu kebutuhan, misal pembelian keperluan sekolah anak yang tidak wajib (seperti membeli buku bacaan tambahan, les bahasa inggris), rekreasi yang tidak terlalu mahal (seperti mengunjungi tempat wisata lokal, menjenguk saudara di luar kota, jalan-jalan sore di taman kota), langganan internet di rumah, melakukan kegiatan sosial, membeli mainan untuk menumbuhkan daya kreasi anak, dll.

Masih ada uang tersisa? Uang tersebut bisa dialokasikan untuk pengeluaran tersier.

Baca Juga: Apa itu Operating Expense?


PENGELUARAN TERSIER

Pengeluaran tersier adalah pengeluaran untuk memenuhi keinginan dalam rangka memanjakan diri (self indulgence), sehingga jika dilihat dari aspek kebutuhan, sifatnya memang tidak penting atau tidak mutlak dilakukan. Namun sebagian orang mulai menganggap kebutuhan ini penting dalam rangka menyegarkan diri, memicu kreativitas, dan memberikan ruang jeda (tumakninah) untuk refleksi diri. Pengeluaran ini biasanya mencakup kegiatan hiburan seperti makan di restoran, kumpul-kumpul bersama teman di café, belanja baju baru atau tas, berlibur ke luar negeri, dll.

Walaupun tidak penting, pengeluaran tersier ini bisa mengambil porsi pendapatan cukup besar bila tidak direncanakan dengan baik, karena itu kita harus disiplin menggunakannya.

Baca Juga: Pengertian Biaya Administrasi

Bagaimana jika masih ada uang tersisa? Jangan ragu, masukkan uang tersisa tersebut ke dalam pos tabungan, agar terjadi akumulasi atau penambahan basis kekayaan. Bila jumlah tabungan sudah cukup untuk membiayai pengeluaran rutin keluarga kita minimal selama 6 bulan, maka kita sudah memiliki cadangan dana darurat yang cukup, sehingga bisa mulai memikirkan sisa dana yang ada berinvestasi - apakah dimasukkan ke investasi keuangan seperti saham, reksadana, atau berbagai peluang investasi yang ditawarkan oleh perusahaan Financial Technology (Fintech), maupun untuk ke sektor riil yaitu untuk berbisnis bersama mitra yang sesuai. Dengan berinvestasi secara cerdas dan bijaksana*), kita dapat mulai membangun aset atau kekayaan yang lebih besar bagi keluarga kita, yang pada akhirnya, semoga akan dapat membawa kita kepada kebebasan keuangan atau financial freedom.

Jadi, ayo kita mulai menyusun perencanaan keuangan kita.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.