Illustration of human avatar with environment

Ketika SustainAbility bersama dengan GlobeScan bertanya kepada 729 pakar keberlanjutan di bulan April dan Mei 2018 lalu, salah satu jawaban yang paling menonjol adalah tentang peran lembaga-lembaga dalam pencapaian pembangunan berkelanjutan. Di tahun ini, LSM masih dianggap sebagai kontributor paling penting, dan bisnis sosial menempati peringkat kedua. Perusahaan komersial ada di peringkat delapan, dan pemerintah di peringkat 10 alias nomor buncit.

Baca Juga: Beberapa Skema Transformasi Untuk Menjadi Bisnis yang Lebih Bertanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

Apa yang membuat para pakar yang pendapatnya dikumpulkan dalam The 2018 GlobseScan-SustainAbility Leaders Survey itu menghasilkan pendirian kolektif yang demikian? Apakah tidak terlampau berlebihan kalau kontribusi bisnis sosial, yang merupakan fenomena yang relatif baru, dianggap jauh lebih positif dibandingkan perusahaan komersial dan pemerintah?

Jawabannya mungkin sudah tiba. Pada awal Oktober 2018, sebuah buku baru yang disunting oleh Nikolaos Apostolopoulos, dkk, Entrepreneurship and the Sustainable Development Goals menegaskan peran signifikan bisnis sosial dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs adalah formulasi global yang disetujui oleh hampir seluruh negara, dan menjadi panduan pembangunan antara 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2030. Dan, buku itu dengan jelas memberikan penjelasan ilmiah tentang bagaimana kewirausahaan yang kompatibel dengan SDGs.

Baca Juga: Mengelola Bisnis Jadi Ramah Lingkungan Dengan Menggunakan Solar Panel

Secara umum, setidaknya ada lima dari sebelas bab (dan satu bab pendahuluan) yang dalam judulnya bisa dinalar sebagai penegasan peran bisnis sosial dalam SDGs. David Littlewood dan Diane Holt menuliskan bab dua bunga rampai itu, dan memberinya judul How Social Enterprises Can Contribute to the Sustainable Development Goals (SDGs)—A Conceptual Framework. Bab-bab lainnya bertutur tentang bisnis sosial yang spesifik kontribusinya terhadap SDGs, namun bab ini memberikan penjelasan konseptual yang bermanfaat untuk membangun teori bagaimana kontribusi signifikan itu muncul.

Penjelasan yang mereka berikan adalah bahwa pertama-tama, bisnis sosial berkontribusi lewat rantai nilainya. Perbedaan yang sangat jelas antara bisnis sosial versus bisnis komersial adalah bahwa bisnis sosial secara sadar berupaya menciptakan dampak positif ekonomi, sosial dan lingkungan melalui rantai nilainya. Ini berarti meliputi penciptaan dampak positif melalui input produksi, operasi, produk, jasa, serta keuntungan yang diperoleh. Demikian juga, lewat program dan intervensi yang mereka lakukan terhadap penerima manfaat utamanya.

Baca Juga: Homeware International Indonesia, Merambah Pasar Ekspor Lewat Kerajinan Berprinsip Sustainability

Jadi, perusahaan sosial memang selalu berupaya untuk mendapatkan input yang baik untuk produksinya, dengan membayar dengan harga yang pantas. Mereka cenderung untuk membeli input dengan harga di atas pasar, atau bahkan tak segan masuk ke dalam dan mempromosikan perdagangan yang adil (fair trade). Demikian juga, proses produksi yang mereka lakukan selalu menimbang dampak yang terbaik, termasuk dengan memilih teknologi yang dipergunakan. Produk dan jasanya selalu ditawarkan dengan cara terbaik, dengan harga yang bisa terjangkau oleh kelompok sasaran. Dan, ketika keuntungan sudah diraih, maka sebagian besar keuntungan itu direinvestasi ke dalam bisnis, termasuk dengan mengembalikannya ke kelompok sasaran dalam bentuk pembagian keuntungan atau program yang bermanfaat.

Kedua, bisnis sosial berkontribusi pada SDGs melalui pemecahan masalah yang mereka ingin lakukan. Terkadang bisnis sosial memecahkan satu masalah spesifik yang dihadapi masyarakat, misalnya pendidikan berkualitas. Hal ini membuat bisnis sosial itu berkontribusi pada seluruh Tujuan SDG4, atau bahkan Target SDG4 tertentu.

Baca Juga: Ragam Bentuk Pelestarian Lingkungan Untuk UMKM

Tetapi, bisnis sosial lainnya bisa berkontribusi pada berbagai Target dan Tujuan SDG sekaligus. Bayangkan sebuah bisnis sosial yang hendak berkontribusi pada penyediaan air bersih untuk kelompok masyarakat. Itu berarti dia berkontribusi pada SDG6. Tetapi, karena dia juga melakukan konservasi daerah tangkapan air, maka kontribusinya juga signifikan pada SDG15. Karena air bersih yang tersedia itu membuat masyarakat menjadi tak perlu lagi membeli air, maka ia berkontribusi pada penurunan kemiskinan (SDG1), juga peningkatan status kesehatan masyarakat (SDG3).

Demikianlah, bisnis sosial bisa berkontribusi lewat rantai pasokannya, pada titik tertentu atau pada banyak titik; serta lewat tujuan pemecahan masalahnya, yang kompatibel dengan satu atau lebih Tujuan SDGs. Karena maksimisasi manfaat selalu ada dalam benak pebisnis sosial, tak mengherankan bila para pakar bersepakat soal kontribusi yang signifikan itu.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.


Sumber:

Artikel ini pernah dimuat di surat kabar KONTAN, pada tanggal 8 November 2018.