Brand : Mengenal Kanagoods, Si Biru dari Tangerang Selatan - News &  Articles - OTHERRAGENTERPRISE

Sumber Gambar: oreisnobody

Dewasa ini, beberapa pegiat usaha tekstil dan pakaian mulai melirik tren sustainable fashion, alias fashion berkelanjutan. Tren ini menyorot produk-produk sandang yang dalam produksinya menggunakan bahan alami, termasuk pewarna dan serat kain alami.

Produk sustainable fashion bisa bermanfaat bagi sosial, budaya, dan melindungi kesehatan masyarakat. Seluruh siklus hidup si produk, mulai dari ekstraksi bahan hingga pemanfaatannya saat sudah kualitas sudah menurun, haruslah mendukung kelestarian lingkungan.

Salah satu pegiat fashion berkelanjutan adalah Rini Sancaya, dengan brandnya Kanagoods, yang sudah malang melintang di bidang ini lebih dari 10 tahun lamanya. Seperti apa peluang bisnis di bidang fashion berkelanjutan? Dan bagaimana proses produksinya dijalankan?

Baca Juga: Tips Memilih Kegiatan Seminar dan Pelatihan


Memulai Bisnis dengan Mengelola Limbah Rumah Tangga

Rini Sancaya, founder brand Kanagoods, memulai bisnis di bidang batik pewarnaan alam pada tahun 2007. Rini merupakan sosok yang gemar membatik dan belajar teknik membatik dengan pewarna alami di Museum Tekstil. Setelah itu, ia mulai rajin menerapkannya di rumah dengan memanfaatkan limbah rumah tangga seperti kulit buah-buahan dan kulit jengkol. Hal ini menarik minat kawula muda di sekitarnya. Kala itu, ia tidak berniat untuk membuka bisnis atau cari uang, melainkan hanya ingin membuka mindset anak-anak muda untuk berbuat sesuatu dengan memanfaatkan sumber daya di sekitar mereka.

Ternyata, niat ini disambut baik oleh banyak kaum muda yang juga tertarik di bidang membatik. Beberapa kemudian mengusulkan untuk berbisnis menjual batik buatan sendiri, meskipun kualitasnya masih kasar. Meskipun menurutnya saat itu produk mereka belum layak jual, namun Rini berpikir untuk berani menjual motif-motif sederhana buatan anak-anak muda ini. Maka, pada tahun 2007 itu, mulailah berdiri usaha Kanawida Natural Dye Batik. Dalam proses pembuatannya, batik-batik buatan Rini ini memakai pewarna alam, yang aman untuk lingkungan dan hasilnya sedap dipandang.

Baca Juga: Peluang Pasar Produk Kerajinan

Di tahun 2009, Rini dan tim Kanawida meraih penghargaan dalam bidang pelestarian lingkungan dan budaya. Hal ini memacu tekad Rini untuk terus memperkenalkan batik pewarnaan alam lebih luas pada masyarakat. Sebab menurutnya, Indonesia sangat kaya akan sumber daya hayati untuk pewarnaan alam. Akhirnya Kanawida turut disorot oleh beberapa mall besar, seperti Sarinah, Alun-Alun Grand Indonesia. Hal ini juga berarti bahwa Rini mendapat tempat lebih luas untuk memperkenalkan produk-produk batik eco-friendly.

Di titik itu pun, Rini mengaku bahwa ia belum terlalu paham bahwa bisnis yang diampunya termasuk dalam sustainable product. Hal ini baru diketahuinya saat mengikuti pelatihan di Indonesia Fashion Week. Di pelatihan itu pula, Ibu Rini diberitahu bahwa produknya sudah memenuhi 90% standar sebagai sustainable product. Dari sini, Rini merasa bahwa produk buatannya sudah selaras dengan misinya untuk bermanfaat di bidang sosial, budaya, dan lingkungan.

Baca Juga: Apa itu Akta Pendirian Badan Usaha


Menyasar Anak Muda dengan Motif Sederhana

Sebetulnya, batik lebih dimaknai sebagai sebuah proses dibandingkan sebagai sebuah benda. Pada dasarnya, kata ini berarti proses perintangan warna yang menggunakan canting atau alat logam lain berupa cap di sebidang kain. Ini adalah definisi yang diakui UNESCO saat menetapkan batik sebagai salah satu warisan budaya dunia.

Motifnya pun tidak harus kaku dan mengikuti aturan tradisional seperti di kategori-kategori Batik Solo, Yogyakarta, Pekalongan, atau Lasem. Maka, Rini dan anak-anak muda di timnya ingin mengenalkan motif-motif batik baru yang sederhana dengan bahan dan pewarnaan alami ramah lingkungan. Untuk mewujudkan ini, di tahun 2011 akhirnya Rini membuat brand lain bernama Kanagoods.

Baca Juga: Mengejar Sertifikasi Pemerintah Untuk Produk Fesyen Berkelanjutan

Berbeda dengan Kanawida, yang memproduksi kain-kain panjang dengan pasar kalangan menengah ke atas dengan usia matang, Kanagoods menyasar pasar anak muda dengan pakaian-pakaian jadi siap-pakai. Lebih kasual dan santai, untuk digunakan sehari-hari dan bukan untuk acara-acara formal resmi seperti kondangan.

Konsepnya sendiri adalah slow fashion alias fashion lambat, bagian dari sustainable fashion, fashion yang lebih longgar terhadap tren. Jenis ini tidak mudah terpengaruh akan tren, tapi sebisa mungkin membuat tren itu sendiri. Berbeda dengan fast fashion alias fashion cepat yang tren-nya bisa berganti 3-4 kali.

Sementara Kanagoods, prinsipnya adalah memperpanjang usia si produk itu sendiri. Jika baju atau produk pelanggan sudah mulai kusam dan usang, bisa diperbaiki lagi dengan dibatik dan diwarna kembali menjadi baru lagi. Itu adalah salah satu prinsip dari sustainable product. Inilah juga kenapa Kanagoods membuat batik dengan motif sederhana, agar mudah diulang dan dibatik kembali.

Baca Juga: Apa itu Benchmarking?


Melestarikan Batik dengan Bahan Baku Ramah Lingkungan

Dalam menerapkan prinsip fashion berkelanjutan, Kanagoods dan Kanawida tidak main-main. Semua bahan baku dan pewarna yang digunakan terbuat dari bahan alami. Mulai dari pewarna kayu-kayuan, kulit kayu mahoni, kayu nangka, kayu mangrove, dan sebagainya. Rini juga menggunakan kulit buah, seperti kulit rambutan dan kulit buah manggis yang sudah direbus untuk memperkuat warna.

Selain itu, dedaunan seperti mangga, daun jambu, daun alpukat, daun ketapang, juga turut diikutsertakan. Kebanyakan daun-daun ini menghasilkan warna kuning, terakota, kehitam-hitaman hingga hijau. Setelah diwarnai dari bahan alami yang direbus tadi, kain akan dijemur. Kain yang digunakan terbuat dari benang dan serat alam, seperti kain sutra atau benang sutra, cotton, rami, linen, serat eceng gondok, dan daun pandan untuk tikar.

Baca Juga: Apa itu Content Marketing?

Warna biru indigo yang mereka produksi ternyata menjadi sangat populer, karena senada dengan warna biru dari Jepang dan India. Warna andalan mereka ini dihasilkan melalui tanaman Indigofera tinctoria yang banyak tersebar di Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Nusa Tenggara dan memang digunakan masyarakat penenun dan pembatik sejak dulu. “Sebelum warna-warna kimiawi diperkenalkan, para pengrajin batik di zaman dulu menggunakan warna-warna alam. Itu warisan budaya yang harus kita pertahankan,” tutur Rini.

Tanaman ini tumbuh di daerah dataran berkapur, di pegunungan, dan di pantai. “Terakhir saya ke Lombok, di Mandalika banyak sekali tanaman Indigofera karena disana daerah berkapur,” jelas Rini. Ini termasuk tanaman yang bisa ditemukan di mana saja, meskipun kebanyakan memang ngumpet di semak-semak.

Baca Juga: Semut Nusantara, Membuka Peluang Bagi Petani Lokal Untuk Naik Kelas

Tanaman Indigofera yang sudah direbus semalaman, kemudian akan dipakai untuk mencelup kain, sebelum dijemur dan dicelup kembali. Proses yang sama harus diulang beberapa kali sebelum warna benar-benar tercetak sempurna pada kain sesuai yang diinginkan. Warna biru ini, menurut Rini, adalah salah satu yang awet dalam segala situasi dan kondisi. “Artinya, mau kita duduk di manapun, terkena cairan apapun, alkohol, atau lainnya, warna biru ini lebih awet dibandingkan warna lain,” jelas Rini. Sementara untuk warna lain, mereka belum menemukan ketahanan yang stabil.


Menghadapi Tantangan di Era Digital

Awalnya, Rini bersikeras untuk tidak menjual produk secara online. Pasalnya, saat membeli kain, biasanya orang harus memegang, merasakan, dan membaui dan mencoba kain tersebut. Apalagi jika produknya adalah batik. Di sinilah perlunya kepercayaan terhadap konsumen. Kita benar-benar harus meyakinkan konsumen bahwa kita membuat produk-produk yang kualitasnya baik.

Jika begitu, konsumen tidak akan ragu untuk membeli produk kita melalui media sosial ataupun platform online. Untuk membangun kepercayaan ini memang agak susah, inilah yang kita usahakan melalui workshop, seminar, ngobrol-ngobrol, dan macam-macam lainnya. Bahwa Kanagoods memang benar-benar 100% menggunakan bahan kain dan pewarna alami.

Baca Juga: Mengenal Ragam Jenis Endorser

Susahnya lagi, menurut Rini, untuk saat ini belum ada sertifikasi khusus untuk produk-produk fashion kain yang menyatakan sebuah brand benar-benar ramah lingkungan dan menjalankan sustainable fashion. Rini berharap, ke depannya, selain kepercayaan dari konsumen, ada pula sertifikat yang mengakui produk sustainable dan ramah lingkungan. Ini bisa menjadi nilai tambah untuk brand-brand fashion yang bergerak di bidang yang sama. Kita sekarang menghadapi era yang tantangannya cukup berat untuk lingkungan.

Saat pandemi, kita harus berpikir akan bagaimana terhadap lingkungan. Ini kesempatan bagi UMKM yg bergerak di produk ramah lingkungan, untuk masuk ke pasar dan memperkenalkan sustainable fashion. Rini berusaha untuk tidak keteteran, di umur 62, dan karenanya banyak mengadakan kolaborasi dengan anak-anak muda kedepannya.

Baca Juga: Ragam Bentuk Pelestarian Lingkungan Untuk UMKM

Kolaborasi juga termasuk prinsip sustainable product. Jika ingin maju lebih jauh, kita harus berani berkolaborasi dan mencari teman-teman nya satu visi dan misi untuk mengembangkan produk. Outlet Kanagoods sudah ada di Sarinah, Alun-Alun Grand Indonesia, Lakon, Kelapa Gading, Surabaya, Bali. Di masa digital kedepannya, kita juga harus berani melangkah untuk menjual produk secara online.


Tetap Eksis dengan Membuka Ruang Untuk Kolaborasi

Proses produksi yang masih dalam skala kecil membuat Kanagoods tidak perlu menggaet supplier. “Semua kami produksi sendiri, mulai dari proses membatik hingga mewarnai. Bahan baku pun masih mencari sendiri,” ujar Rini. Meski begitu, bukan berarti Kanagoods menutup peluang untuk kerjasama dengan pengrajin lain. Untuk bahan pewarna misalnya, mereka mulai menggaet pemasok warna indigo yang mulai disuplai dari lahan di Wonosobo.

Kerjasama lain yang sedang dikembangkan adalah dalam bentuk kolaborasi dengan brand-brand lain, khususnya yang memang memiliki visi sejalan dengan Kanagoods. Melalui kolaborasi, Rini dan tim mencoba menciptakan produk-produk baru yang unik dan punya ciri khas tersendiri.

Perpaduan dua brand ini tidak membunuh brand masing-masing, justru digunakan untuk saling mendukung. Misalnya, saat berkolaborasi dengan brand A, mereka akan memakai sisa-sisa kain perca dari Kanagoods. Kemudian ada pula anak muda di Semarang yg pintar mengulik limbah dari jeans, mengajak kolaborasi, bernama Saparo.id.

Baca Juga: Manfaat dan Kebijakan Pemberdayaan Perempuan Bagi Usaha

Selain itu, Blue works, yaitu salah satu brand anak muda yang konsen untuk pewarnaan alam, itu juga kami ajak kolaborasi. Rini mengakui bahwa hal ini juga meringankan bebannya untuk terus memproduksi hal baru, sebab ide-ide kreatif umumnya memang banyak datang dari darah muda.

Saat ini, sustainable fashion memang sedang menjadi tren yang terus berkembang. Banyak brand-brand baru yang bermunculan mengusung tema fashion ini. Bahkan kota Paris yang digadang sebagai pusat fashion dunia, pun diprediksi akan dilanda tren sustainable fashion dalam 5 tahun ke depan. Sementara itu, Rini Sancaya berharap untuk kedepannya, fashion berkelanjutan tidak hanya menjadi tren, melainkan juga menjadi gaya hidup masyarakat.

Untuk lebih jelasnya, teman-teman bisa tonton webinar APINDO UMKM Akademi di link ini.

Referensi:

  1. http://ejournal.kemenperin.go.id/dkb/article/view/...
  2. https://www.greeners.co/sosok-komunitas/sancaya-ri...
  3. https://www.jakartafashionweek.co.id/designer-prof...