Sahabat Wirausaha, kalau bicara soal pinang, tentu kita akan teringat pada pohon dengan batang yang lurus, langsing dan tinggi hingga mencapai 25 meter. Ada banyak sekali manfaat yang bisa didapat dari tanaman yang bahkan menjadi bahan baku obat komoditas ekspor sampai ke Cina dan negara-negara Asia Selatan ini.

Jika biasanya bagian pinang yang dimanfaatkan hanya biji dan batangnya saja, Rudi Nata justru melihat peluang bisnis baru lewat pelepahnya. Ya, pemuda asal Jambi ini menyadari kalau pelepah pinang punya nilai ekonomis tinggi sehingga membuatnya menjalankan bisnis melalui Rumah Jambe-e.

Baca Juga: Cara Mengoptimalkan Instagram Untuk Berbisnis, Yuk Simak Tipsnya!


Piring Ramah Lingkungan, Solusi Melimpahnya Pasokan Pinang di Jambi

Bagi masyarakat adat di beberapa daerah Sumatera dan Kalimantan, pinang memang sering muncul dalam ritual berbentuk ramuan sirih pinang. Bagian utama dari tanaman yang dalam bahasa Sunda dan Jawa sering disebut jambe ini yang banyak dimanfaatkan adalah biji dan batangnya. Biji dari buah pinang mengandung alkaloid yang bisa diolah untuk berbagai jenis obat, penghasil zat pewarna merah dan bahan penyamak.

Lalu kemudian batang pinang seringkali diperjualbelikan untuk kebutuhan pembuatan saluran air hingga perlengkapan lomba Kemerdekaan di kota-kota besar pulau Jawa. Selain biji buah dan batangnya, daun pinang juga dapat digunakan untuk pengobatan sedangkan akar pinang bisa dipertimbangkan sebagai pembungkus kue serta makanan.

Baca Juga: Membangun Brand Positioning Agar Bisnis Berkembang

Sadar kalau potensi ekonomi pinang tak hanya terbatas pada biji, batang, buah, daun dan akarnya saja, Rumah Jambe-e memaksimalkan potensi pelepah pinang lewat proses yang inovatif.

Sumber: Rumah Jambe-e/UKM Juwara

“Jumlah perkebunan pinang di Jambi itu sangat banyak. Di kawasan Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur itu ada ribuan hektar milik petani. Selama ini mereka hanya mengambil buah pinang yang matang lalu diolah dan dijual. Pelepah pinang ya dibuang begitu saja. Kita melihat ada potensi sehingga dilakukan riset,” cerita Rudi memulai perbincangan kami di sambungan telepon beberapa waktu lalu.

Pria berusia 32 tahun yang kini bekerja sebagai teknisi labor di laboratorium pertanian Universitas Jambi dengan status tenaga kontrak ini memang sangat dekat dengan pinang.

Baca Juga: Apa itu Geographical Branding?

Dalam penuturannya, salah satu dosen jurusan teknologi pertanian di kampus tempatnya bekerja sekaligus menempuh pendidikan itu memang melakukan riset ke berbagai tumbuhan palem, salah satunya adalah pinang. Berangkat dari penelitian sang dosen, Rudi bersama rekannya pun terpikat dan menyadari kalau pelepah pinang bisa memiliki nilai ekonomi tambahan.

Apalagi di India sana, pelepah pinang sudah lama dimanfaatkan secara tradisional sebagai alas makanan. Karena itulah Rudi pun mulai belajar bagaimana cara pengolahan pelepah pinang yang tepat mulai dari cara pengepresan, perhitungan suhu pemanasan hingga keseluruhan proses produksi yang dilakukan di tempat kelahirannya, Jambi.

Setelah menemukan formula yang sesuai harapan, pelepah pinang yang awalnya tak berguna itupun akhirnya berhasil menjadi sebuah piring yang menarik dan tentunya ramah lingkungan.

Baca Juga: Menentukan Unique Selling Proposition

Mengusung konsep bisnis lestari dengan produk berkelanjutan, piring pelepah pinang yang dihasilkan Rumah Jambe-e memang berhasrat mengurangi penggunaan alas makanan dari plastik maupun styrofoam. Dalam proses produksinya pun, Rudi menegaskan kalau semuanya tidak menggunakan bahan kimia berbahaya.

Sumber: Rumah Jambe-e/UKM Juwara

Dalam penjelasannya, produksi Rumah Jambe-e dimulai dengan membeli pelepah-pelepah pinang dari petani langsung. Pelepah pinang itu dibeli dalam kondisi yang sudah sangat kering demi menjaga daya tahan bahan baku. Kemudian setelah sampai di workshop, pelepah pinang itu dipotong agar sesuai ukuran produk alas makanan yang hendak dibuat.

Pelepah kembali dicuci hingga bersih menggunakan sabun khusus yang memang food grade dan baru dijemur lagi sampai kadar air berkurang. Setelah dinyatakan siap cetak, pelepah pinang langsung masuk ke mesin press dengan kondisi panas bersuhu 100°C dalam waktu satu menit dan kemudian piring pun berhasil diproduksi.

Baca Juga: Mengenal Ragam Platform Untuk Membuat Website Toko Online Milik Sendiri

Hingga saat ini setidaknya ada 10 mesin press yang dimiliki Rumah Jambe-e dengan berbagai bentuk dan ukuran. Jika biasanya dalam satu mesin menghasilkan tiga varian produk yakni piring pelepah polos, piring pelepah semi motif dan piring pelepah full motif, maka dalam sekali proses produksi akan ada total 30 varian produk piring pelepah yang dihasilkan.

“Perjalanan kami dimulai pada akhir 2019 saat ada festival di jembatan Makalam. Kita ingin lihat respon masyarakat dan mulai menjual beberapa piring pelepah pinang di stan. Beruntung produk kita terjual semua, orang-orang yang datangi stan juga kasih respon sangat baik. Jadi pas awal Januari 2020 kita mulai bentuk tim yang serius dan coba pasarkan di marketplace,” lanjut Rudi antusias.

Baca Juga: Mengemas Narasi yang Efektif Optimalkan Strategi Direct Response Marketing


Kematian Sang Ibu dan Terus Berdaya Bagi Masyarakat

Sebagai seorang sarjana sains, bisnis memang sesuatu yang baru pertama kali digeluti oleh Rudi. Dirinya bahkan tak menampik kalau Rumah Jambe-e lahir dengan modal nekat dan keinginannya untuk belajar. Namun sambutan yang sangat positif membuatnya semakin serius menggeluti bisnis piring pelepah pinang ini.

Bahkan di tiga bulan awal pendiriannya yakni pada Januari hingga Maret 2020, Rumah Jambe-e sampai benar-benar kewalahan dengan permintaan penjualan yang sangat tinggi. Lantaran viral di internet, Rumah Jambe-e sampai diulas di beberapa media sosial seperti Twitter, YouTube hingga peliputan oleh media Kompas TV.

Demi meningkatkan brand Rumah Jambe-e sekaligus memperoleh bantuan pengembangan bisnis, Rudi pun mengikuti berbagai ajang wirausaha yang digelar oleh beberapa instansi. Hasilnya pun memuaskan karena Rumah Jambe-e berhasil terpilih sebagai salah satu finalis 10 Besar Astra StartUp Challenge dan meraih pendanaan BRIN pada tahun 2021.

Baca Juga: Tempa Hubungan Baik Dengan Mitra Bisnis Lewat 9 Cara Berikut

Dengan berbagai pencapaiannya dalam waktu dua tahun terakhir, Rudi bukanlah hanya merasakan kebahagiaan bersama Rumah Jambe-e. Ada kalanya dia terpuruk seperti saat awal pandemi Covid-19 melanda pada April 2020 silam, karena sama sekali tak ada penjualan yang dihasilkan dalam satu bulan.

Namun dari berbagai hal menyedihkan yang terjadi selama menjalankan bisnis, kematian sang Ibu bisa dibilang sebagai fase terberat dalam kehidupan Rudi.

“Kematian Ibu secara pribadi adalah hal terberat dalam hidup saya. Musibah itu terjadi waktu ikut kompetisi Astra StartUp Challenge, tepat sebelum final. Di momen itu saya sempat ingin menyerah, karena buat apa meneruskan Rumah Jambe-e kalau orang terpenting dalam hidup saya tidak ada?” kenang Rudi.

Baca Juga: Design Thinking Bagi UKM dalam Inovasi

Namun dalam kondisi paling terpuruk itu, Rudi seolah mendapat suntikan semangat dari kenangan mendiang Ibunya yang masih membekas. Rudi disadarkan bahwa selama ini, Ibunya selalu memberikan dukungan tanpa henti saat menjalankan Rumah Jambe-e. Kenangan yang terasa menyesakkan itu justru menjadi kekuatan baru sehingga membuat Rudi berani bangkit dan melanjutkan perjuangannya di kompetisi, bahkan sehari setelah pemakaman Ibunya.

Bukan hanya kembali melanjutkan semangat mengenalkan produk Rumah Jambe-e, Rudi bahkan juga mengajak para petani pinang juga sama-sama berdaya.

“Jadi selama pandemi itu kan banyak sekali pelepah pinang yang tidak dimanfaatkan para petani. Kami kemudian bekerjasama dan melatih empat kelompok tani, termasuk bagaimana menghasilkan produk piring pelepah pinang. Ada satu mesin press yang disediakan di masing-masing kelompok tani supaya mereka juga berdaya,” ungkap Rudi bangga tanpa merasa khawatir adanya persaingan bisnis. Karena baginya, produk piring pelepah pinang adalah solusi meningkatkan perekonomian petani pinang.

Baca Juga: Lima Alasan Kenapa Budaya Inovasi Penting Bagi UMKM


Asa Rumah Jambe-e Populerkan Gaya Hidup Go-Green

Sumber: Rumah Jambe-e/UKM Juwara

Dengan perjalanan Rumah Jambe-e yang sudah mencapai 2,5 tahun, Rudi pun mulai merangkai asa baru ke depannya. Tak hanya memanfaatkan pelepah pinang sebagai piring saja, tapi keinginan untuk menemukan manfaat ekonomi dari bagian tumbuhan pinang lain yang adalah tujuannya.

Kini setelah wabah corona mulai berangsur pulih, Rudi berniat memaksimalkan omzet yang hingga sekarang masih di kisaran Rp1 juta sampai Rp2 juta per bulan. Menggunakan strategi digital marketing, Rudi pun memacu dirinya untuk mempelajari dunia bisnis lebih dalam. Apalagi saat ini Rumah Jambe-e mulai diperhitungkan sebagai produsen piring pelepah pinang dan siap bersaing dengan kompetitor lain.

Baca Juga: Cerita Inspirasi, Bhoomi Art

“Dari penelusuran kami, setidaknya ada dua produsen piring pelepah pinang besar di Indonesia. Satu ada di Tangerang Selatan, satunya lagi di Bali. Dibandingkan mereka, Rumah Jambe-e lebih unggul dari bahan baku karena kami langsung ambil pelepah di perkebunan pinang Jambi. Sementara produsen lain bahkan masih menghubungi kami untuk urusan bahan baku, sehingga tentu saja mempengaruhi harga jual,” jelas Rudi.

Lantaran harga jual dan kualitas produk yang memang mampu bersaing itulah, penjualan piring Rumah Jambe-e pun mulai melintas keluar dari Jambi. Rudi mengungkapkan kalau piring-piring pelepah pinang produksinya banyak diminati di daerah pariwisata Jawa hingga Bali. Bahkan dirinya pun pernah melakukan transaksi dan pengiriman hingga Singapura, Australia dan Korea Selatan.

Baca Juga: Ragam Bentuk Pelestarian Lingkungan Untuk UMKM

Disindir apakah konsumen luar negeri dan wilayah pariwisata berminat pada piring pelepah pinang karena kesadaran tinggi untuk peduli lingkungan, Rudi mengiyakan. Baginya, masih perlu usaha lebih untuk mengenalkan piring pelepah pinang yang ramah lingkungan kepada masyarakat Indonesia keseluruhan. Padahal meskipun terbuat dari pelepah pinang, piring produksi Rumah Jambe-e memiliki daya tahan memuaskan terutama pada masakan panas dengan tekstur kering.

Di akhir sambungan telepon kami, Rudi pun sedikit memberikan nasihat kepada kelompok milenial seperti dirinya yang ingin menggeluti bisnis serupa.

“Milenial dan anak-anak muda secara keseluruhan itu sebetulnya punya potensi bisnis yang lebih bagus. Apalagi untuk generasi Z, mereka jauh lebih pandai menguasai aplikasi penjualan dan media sosial. Kalau bisa dimanfaatkan secara tepat, bisa jadi tempat menghasilkan uang yang sangat menjanjikan,” ujar Rudi senang.

Baca Juga: 10 Wirausaha Inovatif yang Ramah Lingkungan

Bagaimana Sahabat Wirausaha? Sangat menginspirasi sekali bukan perjuangan Rudi bersama Rumah Jambe-e? Jika kalian ingin belajar lebih jauh atau tertarik dengan produk bisnis ramah lingkungan dengan nilai ekonomis tinggi ini, bisa mampir di kontak berikut:

IG: @rumahjambee

WA: https://wa.me/6285266373963

Marketplace: Rumah Jambe-e (Shopee), Rumah Jambe-e (Tokopedia)

Narasumber: Rudi Nata, Pemilik dan Pendiri Rumah Jambe-e

Jika Sahabat Wirausaha merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman lainnya. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini.