Dalam melakukan suatu hal, seseorang akan membutuhkan insentif. Salah satu kutipan mengatakan bahwa people triggered by incentive. Kutipan tersebut mengatakan bahwa seseorang akan tergerak berdasarkan insentif yang didapatkannya.

Insentif yang tepat tidak hanya bermanfaat untuk memberikan apresiasi terhadap aspek yang sudah dilakukan, tetapi juga bermanfaat untuk memastikan suatu kegiatan berjalan secara berkelanjutan.

Cara kerja tersebut juga berlaku dalam menjalankan sebuah bisnis. Sebuah bisnis harus mampu memberikan insentif terhadap para pihak yang terlibat di dalamnya. Dengan sebuah insentif yang layak, seluruh stakeholder usaha akan mampu bekerja maksimal dalam mendorong bisnis untuk sukses.

Sebaliknya, apabila insentif yang diberikan terlalu kecil, kegiatan bisnis tidak akan berjalan maksimal karena para pihak akan merasa bahwa aktivitas yang mereka lakukan tidak menghasilkan apa-apa bagi mereka.

Baca Juga: Penyusunan Rencana Untuk Menunjang Pertumbuhan Usaha

Pentingnya insentif ini juga berlaku bagi sahabat wirausaha sebagai pemilik bisnis. Sahabat wirausaha harus memiliki kompensasi dan manfaat yang sesuai dari menjalankan bisnis. Dengan mendapatkan insentif yang sesuai, sahabat wirausaha akan dapat menjaga semangat untuk menjalankan usaha. Sahabat wirausaha juga dapat terus menjaga motivasi dalam menjalankan usaha.


Bentuk Insentif dalam Kepemilikan UMKM

Secara umum, insentif dapat dibagi menjadi dua, yaitu insentif yang bersifat imaterial dan material. Insentif yang bersifat imateriel mencakup insentif yang tidak memiliki bentuk fisik. Meskipun tidak memiliki bentuk fisik, insentif ini memberikan keuntungan secara tidak langsung kepada seseorang. Beberapa contoh insentif ini adalah pujian, nama baik dan penghargaan. Rasa percaya diri dan kepuasan juga menjadi sebuah insentif dari melakukan sesuatu.

Sebagai pelaku bisnis, sahabat wirausaha mungkin akan sangat mudah mendapatkan insentif yang bersifat imateriel. Hal ini tidak terlepas dari pentingnya peran UMKM dalam perekonomian di Indonesia.

Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM (2018), UMKM mampu menyumbangkan penyerapan tenaga kerja hingga 99 persen. Selain itu kontribusi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dari UMKM bisa mencapai 63 persen dari total kontribusi PDB.

Baca Juga: Menyusun Anggaran dan Proyeksi Pertumbuhan Usaha untuk Rencanakan Kesuksesan

Kategori insentif kedua adalah insentif yang bersifat materiil. Insentif ini memiliki bentuk fisik yang dapat diterima oleh seseorang. Insentif ini juga relatif mudah untuk diukur jika dibandingkan dengan insentif imaterial. Beberapa contoh dari insentif ini adalah penerimaan uang, mendapatkan makanan, mendapatkan baju dan barang-barang fisik lainnya.

Dalam melakukan bisnis, insentif materiil memerankan peran yang sangat penting. Hal ini tidak hanya berlaku pada pemilik bisnis, tetapi juga para pihak yang terlibat. Salah satu pihak paling penting yang perlu dipastikan insentifnya adalah karyawan.

Hal ini dikarenakan mereka memberikan jasa mereka yang bersifat imaterial berupa kemampuan dan tenaga untuk kemudian menerima insentif yang bersifat material seperti gaji. Kondisi ini juga memberikan tantangan kepada sahabat wirausaha sebagai pemilik bisnis untuk mengukur tingkat insentif yang layak dengan jasa yang diberikan oleh karyawan.

Selain karyawan, pihak-pihak lain yang terlibat atau stakeholder dalam bisnis harus dipastikan mendapatkan insentif yang layak. Sebagai contoh, pemasok hanya akan memberikan bahan baku atau barang dagangan ketika sahabat wirausaha membeli produk dengan harga yang layak. Hal ini menjadi contoh, tanpa sebuah insentif yang layak, bisnis tidak akan bisa berjalan dengan baik karena para stakeholder tidak ingin berperan dalam kegiatan bisnis.

Apabila kembali kepada peran sebagai pemilik bisnis, sahabat wirausaha juga perlu mendapatkan insentif yang bersifat materiil. Hal ini tidak terlepas dari tujuan bisnis sendiri yaitu untuk menghasilkan profit. Pada akhirnya, segala penjualan yang diterima dari kegiatan bisnis akan berujung pada profit. Sahabat wirausaha perlu memastikan bahwa profit yang diterima cukup besar dan layak.

Menariknya, ketika membahas peran pemilik bisnis pada sahabat wirausaha sebagai pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), mereka memiliki beberapa peran berbeda dalam sebuah bisnis. Dalam sebuah kiasan, pelaku UMKM dapat dikatakan sebagai chief of everything. Hal ini dikarenakan sahabat wirausaha menjalankan semua kegiatan bisnis mereka secara mandiri.

Baca Juga: Memahami Berbagai Jenis Aset Untuk Mulai Menyusun Langkah Diversifikasi Rasio

Pada satu sisi sahabat wirausaha adalah pemilik bisnis yang menyusun rencana dan kegiatan strategis lainnya. Pada sisi yang lain, sahabat wirausaha juga adalah pelaksana dari kegiatan bisnis seperti membeli bahan baku, membuat produk hingga menjual produk. Secara tidak langsung, peran tersebut seperti seorang karyawan.

Berdasarkan hal tersebut, pelaku UMKM memiliki dua peran di saat yang sama, yaitu sebagai pemilik dan sebagai karyawan. Kedua peran ini pada pengelolaan suatu bisnis, akan memiliki insentif yang berbeda.

Seorang pemilik bisnis memiliki hak atas profit yang diterima dari kegiatan bisnis. Sedangkan karyawan memiliki hak atas gaji. Dalam hal ini, pelaku UMKM memiliki hak untuk mendapatkan kedua insentif tersebut.


Gaji Sebagai Insentif Kegiatan Produksi Pelaku UMKM

Kompensasi bagi pelaku UMKM yang pertama adalah kompensasi sebagai pelaksana kegiatan operasional dari bisnis itu sendiri. Sebagai pelaksana kegiatan manajerial atau bahkan operasional, sahabat wirausaha berhak untuk menerima insentif yang biasanya berbentuk pembayaran uang secara langsung yang sering disebut gaji.

Berdasarkan buku Human Resources Management yang ditulis oleh Gary Dessler (2018), gaji merupakan salah satu kompensasi atas kegiatan yang sebenarnya dilakukan oleh karyawan. Meskipun begitu, seperti yang dibahas sebelumnya, kebanyakan pelaku UMKM masih belum memiliki karyawan dan masih mengelola bisnisnya sendiri sehingga memaksa mereka untuk mengerjakan semua pekerjaan dalam bisnis.

Baca Juga: Melakukan Analisa Kesehatan Bisnis Untuk Menyusun Prioritas

Sebagai catatan, konsep pemilik bisnis menerima gaji tidak hanya terjadi pada pelaku UMKM, beberapa perusahaan besar juga membiarkan pemilik bisnisnya untuk bekerja dalam jabatan manajerial dimana mereka menerima gaji atau kompensasi keuangan langsung atas pekerjaan tersebut. Beberapa contoh yang dapat disebutkan adalah Michael Zuckerberg yang bekerja sebagai CEO Facebook dan Achmad Zaky yang sempat bekerja sebagai CEO Bukalapak.

Dalam menyusun gaji bagi pemilik bisnis, sahabat wirausaha harus mampu memosisikannya sesuai dengan posisinya. Sebagai contoh, apabila sahabat wirausaha adalah pemilik bisnis yang merangkap sebagai kepala kantor atau direktur, maka kompensasinya tentu saja menjadi yang paling besar dibandingkan karyawan lain.

Meskipun begitu, sahabat wirausaha juga harus memastikan bahwa gaji tersebut masih rasional dengan cara membandingkan dengan kompetitor. Sahabat wirausaha harus mengingat bahwa gaji merupakan sebuah biaya yang akan memotong profit yang sebenarnya menjadi hak sahabat wirausaha usaha nantinya.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, UMKM memiliki karakteristik khusus dalam menjalankan bisnis. Salah satu perbedaannya dengan usaha besar, UMKM biasanya masih menggabungkan aspek usaha dan rumah tangga. Mereka juga sering menjadikan pendapatan bisnis sebagai sumber penghasilan utama dari rumah tangga. Hal ini membuat peran gaji menjadi krusial bagi pelaku UMKM.

Dengan menimbang hal tersebut, sahabat wirausaha juga harus mengakomodasi kebutuhan operasional gaji yang perlu dipenuhi. Jangan sampai mengurangi pembayaran gaji yang bersifat rutin dengan tujuan meningkatkan profit yang didapatkan lalu kemudian mengorbankan besaran gaji yang layak. Hal ini hanya akan menimbulkan masalah baru dimana sahabat wirausaha pada akhirnya akan mengalami masalah finansial dalam rumah tangga.

Baca Juga: Memantapkan Rencana Usaha Sederhana Dengan Kanvas Model Bisnis

Besar kemungkinan masalah ini akan berdampak pada kegiatan bisnis juga. Sebagai contoh, pada akhirnya sahabat wirausaha akan mengambil uang dari usaha dan menggunakannya untuk kepentingan rumah tangga. Pengambilan seperti ini secara akuntansi dan manajemen keuangan sebenarnya dibolehkan selama dicatat sebagai pengurang modal.

Akan tetapi, pola ini ini akan berpotensi membuat pengelolaan keuangan menjadi tidak disiplin karena terbiasa mengambil keuangan dari bisnis. Hal ini apabila sahabat wirausaha mengambil bagian yang layak sebagai gaji. Besaran yang tetap dan wajar akan mengurangi alasan untuk mengambil dana pribadi dari usaha menjadi berkurang.

Pada akhirnya, kombinasi yang tepat dalam menentukan besaran gaji menjadi kunci dalam menjaga kondisi keuangan bisnis. Nominal yang terlalu besar tentu akan mengurangi besar profit yang diterima sebagai pemilik usaha.

Akan tetapi, nominal yang terlalu kecil atau bahkan tidak mengambil sama sekali, hanya akan memberikan masalah baru dimana sahabat wirausaha pada akhirnya akan mengambil uang dari bisnis dan menjadikannya sebagai sebuah pilihan ketika menghadapi masalah di rumah tangga.


Profit Sebagai Insentif Kepemilikan Bisnis

Selain sebagai pelaksana kegiatan bisnis, sahabat wirausaha juga berperan sebagai pemilik bisnis. Sebagai pemilik bisnis, kompensasi utama yang akan didapatkan adalah laba atau profit dari sebuah bisnis.

Baca Juga: Menyusun Anggaran dan Proyeksi Pertumbuhan Usaha untuk Rencanakan Kesuksesan

Profit ini kemudian dapat dibagikan sebagai sebuah pemasukan dalam bentuk kas atau diinvestasikan kembali dan memperkuat kepemilikan atas perusahaan. Secara tidak langsung, posisi sahabat wirausaha dalam kasus ini adalah sebagai pemilik ekuitas dari bisnis.

Sebelum berbicara lebih jauh mengenai bentuk insentif, sahabat wirausaha perlu memahami lebih dahulu mengenai proses mendapatkan profit itu sendiri. Profit adalah sebuah akun keuangan yang terletak pada laporan laba rugi.

Secara sederhana, profit adalah sebuah nilai penjualan yang didapatkan oleh seorang pelaku UMKM setelah dikurangi dengan semua biaya yang muncul dari kegiatan operasional. Posisi profit yang terletak paling akhir dalam laporan laba rugi membuatnya memiliki risiko yang cukup besar. Apabila biaya-biaya operasional meningkat, maka profit berpotensi menjadi semakin kecil.

Dengan segala risiko tersebut, seorang pemilik bisnis atau investor yang memiliki kepemilikan dalam suatu bisnis biasanya akan memberikan ekspektasi pendapatan yang cukup tinggi. Hal ini yang kemudian disebut sebagai cost of equity atau biaya atas sebuah investasi ekuitas.

Sebagai contoh, apabila sahabat wirausaha ingin membuka sebuah cabang usaha baru eksepektasi terhadap keuntungan yang diinginkan pasti relatif lebih besar dibandingkan dengan investor dengan metode utang.

Alasan dari kondisi tersebut dapat dilihat pada laporan laba rugi dimana pembayaran kompensasi dari pemilik utang dilakukan sebelum profit. Hal ini menekankan alasan yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ekuitas lebih berisiko dibandingkan pemberi utang.

Terlepas dari seberapa berisikonya, ekuitas melalui profit memiliki beberapa mekanisme untuk memberikan insentif. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mekanisme pertama adalah dengan pembayaran kas. Mekanisme ini sering juga disebut dengan istilah pembayaran dividen.

Dalam buku Fundamentals of Corporate Finance yang ditulis oleh Stephen A. Ross, Randolph Westerfield dan Bradford D. Jordan (2019), dividen adalah pembayaran kas dari sebuah pendapatan yang layak diterima oleh pemilik ekuitas. Dividen ini dibayarkan dari profit yang didapatkan oleh sebuah perusahaan.

Baca Juga: Langkah Praktis Untuk Melakukan Pencatatan Keuangan Usaha

Bagian dari profit yang kemudian dibagikan menjadi sebuah dividen biasanya dihitung dalam dividend payout ratio (DPR). DPR dapat dihitung dengan membagi jumlah dividen yang dibayarkan dengan jumlah profit yang dihasilkan. Semakin besar dividen yang dibayarkan dari bagian profit, maka semakin besar pula DPR.

Dividen sendiri dapat disalurkan dalam beberapa bentuk. Bentuk yang paling sering digunakan adalah bentuk kas. Sahabat wirausaha akan diberikan sejumlah kas sesuai dengan perhitungan dividen yang disepakati dengan para pemilik. Bentuk kedua adalah stock dividend atau dividen dalam bentuk kepemilikan.

Sahabat wirausaha bisa saja mendapatkan dividen tetapi tidak dalam berbentuk kas tetapi dalam jumlah saham yang dimiliki. Terakhir, dividen juga dapat diberikan dalam bentuk barang atau produk. Metode ini cukup jarang digunakan.

Selain melalui pembayaran dividen, pemilik bisnis atau ekuitas atas suatu bisnis juga bisa mendapatkan insentif dengan mendapatkan capital gain. Capital gain adalah sebuah bentuk naiknya harga dari suatu kepemilikan pada suatu bisnis.

Sebagai contoh, Pak Ahmad merupakan pemilik bisnis cukur rambut. Pak Ahmad menghargai bisnisnya dengan harga 200 juta rupiah. Satu tahun lalu bisnis tersebut berkembang dan ada investor yang ingin berinvestasi sebesar 400 juta rupiah dengan kepemilikan 50 persen atas bisnis Pak Ahmad.

Apabila dihitung, pada awalnya Pak Ahmad menilai bahwa untuk mendapatkan 50 persen kepemilikan bisnisnya hanya membutuhkan 100 juta rupiah yang didapatkan dari 200 juta rupiah dibagi setengah. Maka ketika terdapat penawaran yang menghargai 400 juta rupiah untuk 50 persen kepemilikan, nilai kepemilikan tersebut telah naik hingga 4 kali lipat hingga menjadi 400 juta rupiah.

Dalam aplikasi pengelolaan profit, sahabat wirausaha bisa mendapatkan capital gain ketika profit yang dihasilkan tidak diambil sebagai dividen. Dengan tidak mengambil dividen, profit tadi dapat digunakan sebagai laba ditahan untuk kemudian diputar kembali untuk menghasilkan profit yang lebih tinggi.

Baca Juga: Cara UMKM Menetapkan Target Usaha

Dengan bisnis yang terus berkembang dan investor lain masuk, sahabat wirausaha dapat menukarkan kepemilikan bisnisnya dengan sejumlah insentif berupa uang. Perlu dicatat, apabila membutuhkan uang, sebenarnya sahabat wirausaha dapat mengambil dari bisnis dengan syarat investor lain setuju.

Sehingga meskipun sahabat wirausaha jarang mengambil dividen, uang tersebut sebenarnya masih bisa digunakan oleh sahabat wirausaha, khususnya dalam konteks UMKM yang kepemilikannya tidak terlalu banyak atau bahkan cenderung sendiri.

Demikian sekilas mengenai insentif yang dapat sahabat wirausaha dapatkan dalam mengelola sebuah bisnis. Kombinasi insentif yang tepat akan sangat membantu sahabat wirausaha untuk terus berkembang.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.