Mekanisme pasar, dalam bentuk arus utamanya sekarang, adalah musuh bagi alam. Tak bisa dimungkiri, pasar bekerja menjauhkan kita dari keberlanjutan lingkungan. Jasa lingkungan merosot jauh selama satu generasi terakhir. Laporan Living Planet dari WWF (2014), misalnya, menjelaskan betapa keanekaragaman hayati menurun dalam jumlah yang signifikan di banyak tempat di Bumi ini. Demikian juga, emisi gas rumah kaca terus meningkat, air semakin langka, dan udara semakin tercemar. Semuanya hasil dari mekanisme pasar yang memusuhi keberlanjutan.

Tetapi, apakah memang hal itu merupakan keniscayaan? Tidak. Banyak contoh yang bisa kita lihat untuk menunjukkan bahwa mekanisme pasar bisa diarahkan untuk mengerem ketidakberlanjutan, bahkan membaliknya menjadi keberlanjutan. Pasar bisa menghubungkan konsumen yang memiliki kesadaran untuk hanya mengonsumsi barang-barang yang diproduksi secara berkelanjutan, dengan para produsen yang bisa menghasilkannya. Sertifikasi ekolabel berbagai produk adalah market signal yang jelas menunjukkan kemungkinan penggunaan mekanisme pasar untuk tujuan keberlanjutan.

Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana memastikan—atau setidaknya meningkatkan peluang keberhasilan—mekanisme pasar itu bekerja untuk, misalnya, konservasi dan restorasi. Konservasi, upaya menjaga alam yang masih baik kondisinya, serta restorasi, upaya memulihkan kondisi alam yang telah rusak ke kondisi semula, dahulu merupakan cakupan kerja pemerintah. Tetapi, sumberdaya pemerintah di manapun tak akan memadai untuk itu. Memastikan bahwa pasar dikerahkan dayanya untuk konservasi dan restorasi adalah keniscayaan kalau kita menginginkan perbaikan.

Fred Nelson dan Alasdair Harris—keduanya adalah tokoh yang sukses menggunakan mekanisme pasar untuk bekerja bagi lingkungan—menuliskan artikel bernas bertajuk Five Ways to Advance Conservation Entrepreneurship di Stanford Social Innovation Review edisi 22 Agustus 2016. Di situ mereka memulai nasihatnya dengan menyatakan bahwa konservasi (dan restorasi) sesungguhnya harus dilihat sebagai beyond biology. Maksudnya, upaya memelihara dan memperbaiki alam haruslah menyasar hingga perubahan perilaku manusia. Perilaku manusialah yang merupakan penyebab utama kondisi alam yang memburuk, sehingga bila pasar hendak sukses mendorong konservasi dan restorasi, maka ia harus didesain untuk mengubah perilaku manusia.

Kedua, mengembalikan wilayah-wilayah komunal kepada pemiliknya, yaitu masyarakat adat dan lokal yang memang memiliki kemampuan untuk pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Dengan demikian, tercipta dasar insentif bagi mereka untuk melakukan pengelolaan, karena wilayah tersebut secara sah menjadi milik mereka. Ketika dasar insentif itu ada, maka pasar dapat diarahkan untuk benar-benar memberikan keuntungan kepada mereka. Sebaliknya, jika mereka diusir dari wilayah-wilayahnya, tak ada kearifan yang bisa menjaga alam, dan bahkan mereka pun terpaksa hidup dalam tata cara destruktif yang tak mereka inginkan.

Meninggalkan bentuk-bentuk projek yang berjangka pendek dan sporadis adalah nasihat mereka yang ketiga. Kegagalan banyak upaya konservasi dan restorasi hingga kini biasanya karena pendekatan projek yang sama sekali tak berminat terhadap keberlanjutan. Mereka yang terlibat tahu persis bahwa ukuran-ukuran output saja sudah dianggap cukup, sehingga mereka berhenti di situ. Sebaliknya, bila pendekatan prototipe yang dipergunakan, dengan inisiatif skala kecil untuk membuat dan menguji hipotesis, memerbaiki pendekatan, menemukan berbagai jalan keberhasilan, lalu meningkatkan skalanya, akan jauh lebih besar kemungkinan keberhasilannya. Penekanan pada outcome dan impact juga akan membuat pelakunya benar-benar membuktikan apakah pasar memang bekerja sebagaimana yang didesain.

Keempat, meningkatkan skala pasar untuk konservasi dan restorasi. Projek-projek yang gagal kerap mengandalkan sumberdaya tunggal, biasanya sumberdaya finansial, dari donor-donor besar. Hal ini membuat keberlanjutan projek menjadi sangat tergantung kepada kesediaan donor tersebut untuk berinvestasi terus. Padahal, konservasi dan restorasi adalah inisiatif jangka panjang. Pasar sumberdaya harus diperluas, termasuk dengan mendapatkan sumberdaya-sumberdaya lokal terbaik, dan bantuan dari beragam jenis organisasi. Demikian juga, pasar produk atau jasanya harus dibuat beragam agar bisa menekan ketergantungan.

Terakhir, saran mereka, adalah untuk selalu berpikir dalam skala raksasa. Sistem ekonomi, sosial dan ekologi yang terkait dengan konservasi dan restorasi itu rumit. Semua prototipe yang berhasil menunjukkan hal itu. Perubahan perilaku manusia—yang merupakan prasyarat keberhasilan konservasi dan restorasi—membutuhkan kombinasi model lokal yang efektif, reformasi kelembagaan dan kebijakan, kolaborasi antar-pemangku kepentingan, model pembiayaan yang baru, serta struktur dan jejaring organisasi yang sesuai. Bisnis sosial yang hendak melakukan upaya konservasi dan restorasi yang berhasil perlu mengingat bahwa pasar adalah instrumen yang harus ditempatkan dengan tepat untuk mendorong seluruh hal tersebut bergerak ke arah keberlanjutan.


Sumber:

Artikel ini pernah dimuat di KONTAN tanggal 1 September 2016.

Penulis: Jalal (Pendiri dan Komisaris Perusahaan Sosial WISESA)