Salam Sahabat UKM,

Pernahkah mendengar Kopi Kenangan mendapat banyak suntikan dana dari beberapa investor? Bagaimana posisi investor tersebut di kepemilikan saham Kopi Kenangan? Kenapa Investor rela mengeluarkan dana besar untuk Kopi Kenangan?

Baca Juga: Apa itu Ekuitas?

Investor biasanya melihat seberapa bagus prospek dari usaha tersebut. Indikator bagus dari suatu usaha tercermin dari nilai perusahaan. Meskipun sebenarnya nilai perusahaan sangat bergantung dari perspektif pemberi nilai. Hasil nilai perusahaan ini hanya bisa memberikan suatu kisaran nilai, bukan nilai yang tepat atau nilai pasti dari suatu aset. Walaupun dalam teknik melakukan penilaian, banyak menggunakan perhitungan matematis dan rumus-rumus keuangan. Hal itu disebabkan saat melakukan perhitungan banyak menggunakan asumsi atau perkiraan dan proyeksi rencana usaha. Pada akhirnya, penilaian sangat bergantung pada unsur pertimbangan yang bersifat subjektif.


Mengenal Metode Discounted Cash Flow (DCF)

Ada beberapa metode dalam melakukan penilaian perusahaan. Secara umum metode penilaian perusahaan dibagi dalam tiga kategori, yaitu Metode Penilaian Ekonomis, Metode Penilaian Pasar, dan Metode Berbasis Aset (Book Value). Setiap metode mempunyai beberapa model dan teknik penilaian. Model dan teknik penilaian ini sangat dinamis dan terus berkembang dari waktu ke waktu. Secara prinsip, kecuali metode berbasis asset (book value), metode-metode lain masih relevan digunakan, tetapi perlu dilakukan penyesuaian. Dalam skala UMKM, penekanan perhitungan nilai perusahaan ditekankan pada metode penilaian ekonomis. Dalam metode penilaian ekonomis, model yang umum dipakai adalah Discounted Cash Flow (DCF). DCF dilakukan dengan menghitung nilai sekarang dari arus kas di masa mendatang. Jika asumsi yang digunakan akurat, DCF akan memberikan hasil valuasi (nilai) yang baik. Kelemahannya, penggunaan metode DCF mengharuskan kita untuk mengestimasikan arus kas di masa mendatang sehingga terdapat potensi kesalahan dalam perhitungannya.

Baca Juga: Seluk Beluk Persiapan untuk Mengundang Investor Ekuitas (Online dan Offline)

Discounted Cash Flow (DCF) menggunakan perhitungan Present Value (PV) atau nilai sekarang dari arus kas di masa mendatang. Proyeksi arus kas tiap tahunnya bisa dilihat dari rencana laporan keuangan arus kas. Untuk UMKM, khususnya pelaku usaha mikro yang umumnya hanya membuat laporan keuangan laba/rugi dan neraca, bisa menggunakan besaran profit sebagai alternatif pengganti arus kas. Investor juga biasanya akan melihat seberapa besar profit yang dijanjikan oleh suatu investasi/usaha.

Nilai sekarang (PV) didapat dari hasil rumus berikut:

PV = ∑CF/(1+i)n

CF adalah Cashflow atau arus kas atau bisa menggunakan rencana profit/laba yang ditargetkan sebagai alternatif.

n adalah periode jangka waktu proyeksi (biasanya 3 – 5 tahun)

i adalah tingkat keuntungan yang diharapkan.

Baca Juga: Cara Menghitung Ekuitas

Dalam menentukan tingkat keuntungan yang diharapkan sebaiknya lebih besar dari suku bunga yang berlaku. Investor akan memilih usaha yang menjanjikan tingkat keuntungan di atas suku bunga simpanan/deposito. Akan lebih baik lagi jika bisa menggunakan hasil perhitungan biaya modal rata-rata tertimbang (WACC = Weight Average Cost Capital) untuk menentukan nilai i tersebut. WACC merupakan persentase rata-rata dari biaya modal yang harus dikeluarkan perusahaan kepada si pemberi modal (investor). Artinya, WACC ini merupakan tingkat pengembalian yang diharapkan calon investor. Kita akan bahas WACC ini lebih detil dalam kesempatan lain.

Bagi yang mau praktis dalam menghitung nilai perusahaan dengan menggunakan metode DCF ini, saya sudah siapkan formula perhitungannya dalam format excel. Jadi, sahabat UMKM hanya tinggal masukkan rencana arus kas / rencana profit yang akan menjadi target usaha. Saya memakai asumsi tingkat keuntungan yang diharapkan sebesar 10% setiap tahunnya, dan asumsi jangka waktu 5 (lima) tahun. Kita diminta untuk membuat proyeksi atau target arus kas / target profit dalam 5 tahun ke depan. Ingat ya, target profit bukan target omset. Silahkan klik link ini untuk mendapatkan nilai perusahaan secara praktis.

Baca Juga: Implikasi Masuknya Investor Ekuitas


Contoh Perhitungan Nilai Perusahaan

  • Ketika Pendirian Usaha

Misalkan saya ingin mendirikan suatu usaha dengan modal awal Rp.10 juta. Berikutnya yang perlu saya buat adalah rencana usaha dalam 5 tahun ke depan termasuk proyeksi arus kas didalamnya untuk 5 tahun ke depan. Dengan adanya proyeksi arus kas ini, membuat saya berusaha untuk mencapai target yang sudah saya tetapkan. Dari proyeksi arus kas tersebut, kita bisa menghitung besarnya nilai usaha saya saat ini. Nilai usaha inilah yang akan menjadi nilai saham yang akan dicantumkan pada akta notaris, bukan dari modal awal yang Rp. 10 juta tadi. Penting bagi kita untuk mengetahui nilai usaha pada saat awal buka usaha. Tujuannya adalah pada suatu ketika ada calon investor yang berminat pada usaha kita, kita sudah mengetahui nilai usaha kita sebagai landasan dalam negosiasi dengan calon investor tersebut. proyeksi arus kas dalam rencana usaha saya untuk 5 tahun ke depan, anggaplah sebagai berikut:

Tahun

Profit (Rp)

1

50 Juta

2

55 Juta

3

60 Juta

4

65 Juta

5

70 Juta

Dari hasil perhitungan nilai usaha dengan menggunakan metode DCF didapat nilai perusahaan saya saat ini sebesar Rp 220 Juta. Maka, Nilai perusahaan ini akan menjadi nilai saham saya sebesar Rp 220 Juta. Kita juga harus menentukan jumlah lembar saham yang kita miliki. Penentuan lembar saham untuk awal usaha dengan skala UMKM biasanya berkisar 100 lembar - 500 lembar saham. Jumlah lembar saham ini juga penting kita tentukan sebagai dasar untuk melakukan negosiasi dengan calon investor nantinya. Untuk usaha ini, saya tentukan jumlah lembar saham sebanyak 500 lembar saham.

Baca Juga: Membedah Pola Pikir Investor Ekuitas dalam Memilih Investee

  • Ketika Mendapatkan Investor Baru (kita yang menetapkan persentase saham Investor)

Seiringnya berjalannya waktu dan hasil dari komitmen serta tekad yang besar dalam mengembangkan usaha, ternyata pada tahun kedua ada calon investor yang tertarik untuk menanamkan uangnya di usaha yang saya jalani. Calon Investor tertarik untuk menanamkan uangnya sebesar Rp 100 Juta. Berapa persentase saham yang didapatkan calon investor tersebut?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, saya hitung lagi nilai perusahaan saya yang baru. Dengan masuknya modal Rp 100 juta tentu merubah proyeksi arus kas saya. Saya kembali membuat proyeksi arus kas dalam 5 tahun ke depan. Anggaplah sebagai berikut:

Tahun

Profit (Rp)

1

100 Juta

2

110 Juta

3

120 Juta

4

130 Juta

5

145 Juta

Dari hasil perhitungan nilai usaha dengan menggunakan metode DCF didapat nilai perusahaan saya saat ini sebesar Rp 450 Juta. Jika Investor baru ingin menanamkan modalnya sebesar 100 Juta, maka Investor tersebut mendapatkan 22% Saham dari total saham yang lama. Nilai 22% Didapat dari: Rp 100 Juta / Rp 450 Juta. Dengan masuknya investor baru ini tidak mengurangi jumlah lembar saham yang saya miliki. Melainkan menambah jumlah lembar saham yang sudah ada. Total saham bertambah menjadi: 500 lembar + (22% x 500 lembar) = 610 lembar saham. Investor baru mendapatkan: 22% x 500 = 110 lembar saham. Jadi, nilai perusahaan saya sekarang sebesar Rp. 450 Juta dalam 610 lembar saham. Persentase kepemilikan saham yang baru menjadi:

Baca Juga: Pitch Deck/Prospektus Untuk Akses Modal Ekuitas

Saya: 500/610 = 82%

Investor Baru: 110/610 = 18%

Persentase kepemilikan saham saya memang turun, tapi nilainya sudah naik. Sebelumnya saya memiliki keseluruhan saham atas usaha saya, artinya persentase kepemilikan sebesar 100% (500 lembar) dengan nilai Rp 220 Juta. Sekarang saya hanya mempunyai kepemilikan 82% saham (tetap 500 lembar) tapi dengan nilai yang sudah naik menjadi Rp 370 Juta (82% x Rp. 450 Juta), dan adanya tambahan uang tunai sebesar Rp 100 Juta dari Investor baru.

Begitu selanjutnya jika ternyata ada investor baru lagi yang berminat menanamkan uangnya di usaha kita, Kita lakukan tahapan yang sama. Adapun Langkah yang dilakukan, sebagai berikut:

  1. Hitung nilai perusahaan pada tahun tersebut
  2. Hitung persentase saham yang didapat oleh investor berdasarkan jumlah saham yang lama
  3. Hitung jumlah lembar saham yang baru
  4. Hitung persentase kepemilikan saham yang baru

Baca Juga: Cara Menghitung Nilai Perusahaan Untuk Negosiasi Penanaman Modal Ekuitas/Saham

  • Ketika Mendapatkan Investor Baru (Investor yang menetapkan persentase sahamnya)

Bagaimana kalau calon investor yang menetapkan jumlah persentase saham yang diinginkan? Misalkan di tahun kedua ada calon investor lain (Investor-2) yang meminta 30% saham dengan jumlah investasi sebesar Rp. 500 Juta. Setelah saya pikirkan dengan matang, saya sepakat untuk menerima tawaran tersebut. Kita tetap mulai dengan menghitung nilai perusahaan yang baru. saya buat kembali proyeksi arus kas dalam 5 tahun ke depan, karena saya akan mendapatkan dana sebesar Rp 500 juta. Anggaplah proyeksinya menjadi seperti berikut ini:

Tahun

Profit (Rp)

1

100 Juta

2

110 Juta

3

120 Juta

4

130 Juta

5

145 Juta

Dari hasil perhitungan nilai usaha dengan menggunakan metode DCF didapat nilai perusahaan saya saat ini sebesar Rp 1,6 milyar. Jika calon Investor menginginkan 30% saham. Maka, saya tidak perlu mencari besarnya persentase saham yang akan didapatkan oleh calon Investor tersebut, karena saya telah sepakat di angka 30%. Total saham perusahaan saya bertambah menjadi: 610 lembar + (30% x 610 lembar) = 793 lembar saham. Calon Investor akan mendapatkan: 30% x 610 = 183 lembar saham. Jadi, nilai perusahaan saya sekarang sebesar Rp. 1,6 milyar dalam 793 lembar saham. Persentase kepemilikan saham yang baru menjadi :

Saya: 500/793 = 63%

Investor-1: 110/793 = 14%

Investor-2: 183/793 = 23%

Persentase kepemilikan saham saya turun menjadi 63%, tapi nilainya sudah naik lagi. Sebelumnya saya mempunyai kepemilikan 82% (500 lembar) dari total saham dengan nilai Rp 370 Juta. Sekarang saya hanya mempunyai kepemilikan 63% (tetap 500 lembar) tapi dengan nilai sekitar Rp 1 milyar, dan adanya tambahan uang tunai sebesar Rp 500 juta dari Investor baru.

Baca juga: Ragam skema jual beli saham perusahaan yang UKM perlu tahu


Tetap Menguasai Seluruh Saham vs Berbagi Kepemilikan Dengan Investor Baru

Teman-teman lebih memilih menguasai 100% saham dengan nilai Rp. 220 juta atau hanya memiliki 63% saham tapi dengan nilai Rp. 1 milyar? Silahkan didiskusikan. Setiap pilihan memang ada kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan pilihan yang pertama, Founder (orang yang mendirikan perusahaan) memiliki kontrol sepenuhnya untuk menentukan nasib perusahaan sesuai visi awal saat perusahaan tersebut didirikan. Kelebihan pilihan yang kedua, nilai saham kita sudah berkembang pesat dibandingkan awal mendirikan perusahaan. Keuntungan mendapatkan investor baru menjadikan usaha kita bisa berkembang pesat, dibandingkan jika kita masih mengandalkan modal sendiri yang mungkin masih terbatas. Silahkan dipilih berdasarkan visi dan strategi usaha sahabat UMKM.

Ketika kita mempunyai rencana untuk mencari investor, maka nilai perusahaan kita saat ini akan menjadi acuan dalam negosiasi besarnya persentase saham yang akan diberikan kepada calon investor berdasarkan modal yang disetor sebagai investasi ke dalam usaha kita. Jika, nilai perusahaan saat ini adalah Rp 1 miliar. Investor akan menanamkan modal sebesar Rp 250 juta. Maka berdasarkan nilai perusahaan, investor akan mendapatkan saham sebanyak: Rp. 250 juta / Rp. 1 milyar = 25%

Baca juga: IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)

Tapi, yang perlu dipahami, investasi lebih merupakan seni ketimbang sains. Investasi berdasarkan nilai perusahaan disebut seni karena sangat tergantung dengan perspektif si pemberi nilai. Dan, perhitungan pembagian saham lebih banyak diputuskan lewat negosiasi.

Hal lain yang perlu diketahui adalah proyeksi arus kas / proyeksi profit yang kita tetapkan itu merupakan harapan, bukan fakta yang sudah terjadi. Kita perlu membuat strategi yang baik untuk mencapai target tersebut. Calon Investor biasanya akan menilai proyeksi kita realistis atau tidak berdasarkan proposal rencana usaha yang telah kita buat. Dalam proposal rencana usaha bisa terlihat visi dan arah dari usaha tersebut, Calon investor biasanya akan menilai apakah proyeksi tersebut realistis atau tidak berdasarkan proyeksi keadaan pasar dan program pengembangan yang kita tawarkan untuk mencapai target tersebut. Pun, tidak menutup kemungkinan calon investor juga akan melihat dari segi kemampuan kita dalam mengelola usaha. Maka, kita perlu meningkatkan keahlian dalam mengembangkan usaha. Semoga sukses untuk kita semua.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.