Jika mendengar pelaku usaha atau wirausaha khususnya di Indonesia, apa sih yang biasanya terlintas dalam benak kita?
Yup, kebanyakan dari kita menganggap bahwa wirausaha adalah kumpulan orang yang suka akan risiko. Wirausaha harus akrab dengan risiko sejak awal memutuskan menjalani sebuah bisnis. Tidak mendapatkan pendapatan yang tetap tiap bulannya dan potensi merugi juga masih membayangi hingga beberapa tahun kemudian. Belum lagi ditambah reputasi seorang wirausaha masih banyak diragukan oleh berbagai kalangan. Hal ini terkadang membuat wirausaha sulit berkembang karena butuh banyak dukungan untuk membuat usahanya semakin besar.
Baca Juga: Modal Rakyat: Trik Mengelola
Utang untuk Pengembangan Usaha
Jika melihat tren belakangan ini di Indonesia, banyak kalangan yang mulai memperhitungkan posisi wirausaha di dalam membantu perekonomian. Banyak seminar, pelatihan dan bahkan diskusi – diskusi baik formal maupun informal mengenai motivasi dan dorongan untuk menjadi wirausaha. Namun, yang sering ditampilkan dari forum – forum semacam itu adalah bayang – bayang kesuksesan di depan mata tanpa pernah mengulas lebih dalam kira – kira risiko apa yang harus dihadapi ketika memutuskan menjadi wirausaha. Jika forum – forum tersebut lebih banyak menghadirkan wirausaha besar yang omsetnya sudah miliaran maka perlu kita cek kembali fakta di lapangan seperti apa sih kebanyakan wirausaha di Indonesia.
Berdasarkan Sensus Ekonomi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2016, wirausaha di Indonesia yang biasanya lebih akrab disebut Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kebanyakan memiliki omset (pendapatan kotor) sebesar Rp 8.7 juta per bulan atau bisa dibilang kategorinya adalah “ultra mikro” di mana batasan kategori mikro adalah omset sampai Rp15 juta per bulan. UMKM di Indonesia menjadi penyumbang perekonomian secara signifikan yaitu dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 97.2% dan kontribusi ke Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 60.3%. Dengan peran yang signifikan, UMKM di Indonesia masih mengalami permasalahan. Dalam Sensus Ekonomi (2016), terdapat beberapa masalah yang disampaikan oleh UMKM bisa dilihat di tabel bawah ini.
Baca Juga: Jaminan (Collateral) Dalam
Akses Modal UMKM
Permasalahan yang paling utama adalah adanya pesaing dan permodalan/likuiditas. Sebanyak 45.08% pelaku usaha di Indonesia menganggap adanya pesaing merupakan permasalahan utama ketika menjalankan usaha. Namun, permasalahan kedua yang tak kalah penting adalah permodalan/likuiditas. Adanya pesaing merupakan fenomena alami yang akan terjadi di pasar suatu barang sehingga tidak banyak intervensi baik pemerintah maupun pihak swasta dapat lakukan. Namun, masalah permodalan/likuiditas dapat menjadi potensi bagi lembaga pembiayaan dan juga pemerintah dalam rangka menggenjot perekonomian. Permodalan/likuiditas bagi pelaku UMKM biasanya didapatkan dari modal sendiri sesuai dengan hasil survei yang dilakukan UKM Center FEB UI tahun 2019 di mana dari 72% dari 250 responden di Jakarta, Surabaya, Makassar, Bali dan Medan menyatakan menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Hal ini biasanya disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai akses permodalan yang tersedia bagi UMKM dan juga kelengkapan dokumen legal misalnya laporan keuangan sederhana.
Artikel ini akan membahas mengenai akses permodalan dalam bentuk pinjaman apa sajakah yang tersedia di Indonesia berdasarkan lembaga penyalur. Pemerintah sendiri menempatkan pembiayaan UMKM sebagai program prioritas nasional. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/12/2015 yang mewajibkan rasio kredit kepada UMKM minimal 20% dari total kredit yang disalurkan di setiap bank. Berikut ini dicantumkan berbagai akses permodalan yang tersedia bagi UMKM di Indonesia.
Baca Juga: Gender Lens Investing
Lembaga penyalur pembiayaan bagi UMKM secara umum dapat dibagi ke dalam beberapa jenis yaitu perbankan, lembaga keuangan non-bank lembaga, pembiayaan alternatif lainnya, dan financial technology
Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Perbankan memiliki banyak produk dan layanan jasa keuangan mulai dari produk simpanan seperti tabungan dan deposito, produk pinjaman seperti KPR, KTA, dan KUR, hingga layanan jasa keuangan seperti transfer dan kliring.
Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) adalah semua Lembaga/ badan yang melakukan aktivitas keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung menghimpun dana dari masyarakat dengan menerbitkan surat-surat berharga dan menyalurkan dana tersebut untuk membiayai investasi di berbagai perusahaan. Produk dan layanan jasa keuangan non bank dapat bermacam-macam, dalam konteks UMKM beberapa produknya seperti UMi, ULaMM, dan Kredit Mekaar.
Baca Juga: Jangan Takut Keterbatasan Modal untuk Ekspor dengan Program Pembiayaan ini
Lalu, lembaga pembiayaan alternatif lainnya adalah lembaga/ badan lainnya yang melakukan aktivitas keuangan baik menghimpun maupun menyalurkan dana kepada masyarakat seperti LPDB dan PK-BUMN dalam pembiayaan UMKM. Selain itu dalam perkembangannya, teknologi telah berperan dalam mempertemukan lender dan borrower dalam sebuah platform financing berbasis teknologi. Financial technology (FinTech) merupakan hasil gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang akhirnya mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderat. Dahulu mungkin orang perlu bertatap muka untuk mendapatkan pinjaman berupa kas dengan proses berhari-hari, tetapi sekarang dengan FinTech orang hanya perlu menggunakan gadget mereka untuk mengakses pembiayaan hanya dalam hitungan jam. Banyak berbagai FinTech yang memberikan akses pembiayaan kepada UMKM dengan plafon pembiayaan dan tingkat bunga yang bervariasi.
Akses permodalan yang tersedia disesuaikan dengan level dari UMKM yang akan dibiayai. Melihat komposisi pelaku UMKM di Indonesia maka ada sekitar 63 juta pelaku usaha mikro yang butuh dibiayai untuk naik kelas menjadi kecil dan menengah. Bahkan skalanya lebih kecil dari mikro. Untuk mengakomodasi komposisi pelaku UMKM tersebut, maka pemerintah lebih banyak fokus pada intervensi kebijakan untuk level mikro dan kecil. Dari berbagai pilihan akses permodalan yang disebutkan di atas, berikut ini adalah berbagai perbandingan pilihan akses permodalan bagi UMKM.
Baca Juga: Seluk Beluk Persiapan untuk
Mengundang Investor Ekuitas (Online dan Offline)
Jika dilihat kelemahan dan keuntungannya, maka akses permodalan yang memiliki dukungan pemerintah biasanya memiliki keunggulan seperti KUR di perbankan, UMi di LKNB, dan LDPB sebagai produk pinjaman alternatif. Keunggulan yang dimaksud berupa tingkat bunga yang lebih ringan serta persyaratan dokumen legal yang dipermudah. Akan tetapi, jika usaha semakin tumbuh maka kredit konvensional adalah akses permodalan yang tepat meskipun bunga dan persyaratannya lebih ketat. Mengakses kredit konvensional menjadi penanda bahwa usaha yang dijalankan sudah berjalan dengan sangat baik sehingga memiliki kemampuan bayar yang baik. Banyak pelaku UMKM terjebak ingin terus diperlakukan sebagai “bayi” dengan menikmati akses permodalan dari pemerintah dan ini justru menghambat kemajuan dari usahanya. Bukankah semakin baik jika kita mengambil risiko lebih besar tetapi memacu pengelolaan usaha yang lebih baik dan akhirnya mendapatkan hasil yang besar pula sesuai ungkapan high risk high return.
Baca Juga: Mengenal Pendanaan Hibah
Namun, ada beberapa tips yang dapat pelaku UMKM ikuti ketika akan menentukan akses permodalan mana yang dipilih yaitu:
Baca Juga: Pendanaan Investasi dari Angel
Investor bagi UMKM
Demikian ulasan mengenai ragam akses modal pinjaman yang ada di Indonesia, perlu diingat juga terkadang keputusan seorang wirausaha itu bukan hanya didasarkan pada teori atau informasi pihak luar. Perspektif cocok atau tidak cocok, butuh atau tidak butuh terkadang menjadi pertimbangan utama seorang wirausaha menentukan keputusan. Memilih lembaga penyalur dan akses permodalan yang cocok dan dibutuhkan pun terkadang sangat tergantung pada pandangan pribadi. Untuk itu, ketahuilah dulu apa kebutuhan dan tujuan usaha kamu seperti apa sebelum memutuskan akses permodalan yang akan diambil. Supaya jadi pengusaha besar bukan cuma bayang – bayang forum saja tetapi fakta di lapangan juga sejalan dengan gaung betapa kaya dan nikmatnya hidup jadi pengusaha sukses.
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.